DENPASAR – kelirbali.com Membaca puisi April Artison, pembaca diajak menyelami tubuh. Ada gairah meletup-letup, relasi seksual antara tubuh dan pikiran. Konsep tubuh berkait sastra, dituangkan melalui imajinasi dimana jarak antaranya adalah rindu. Dengan membaca puisi April Artison, seakan diajak menelanjangi seluruh bagian tubuhnya. Sedangkan ketelanjangan dirinya diungkapkan melalui puisi-puisi yang terangkum dalam buku puisi Renjana (2023), den
Batas Rindu
Jarak antara kau dan aku;
sebatas kain penutup
Mendekap kerut bibirku
Yang kering oleh rindu
Sepasang mata mengintai
Menancapkan mimpi buruk
kedalam ranum tubuhmu
Kau memilih senggama
Diantara deru napas tarian rindu
Aku tak bisa menyelami keresahanmu
Meski ia setia menggali lubang di mataku
Menimbulkan riak air yang kau teguk
Memuaskan dahaga masa kanakmu
Bibirmu beku disetubuhi dingin musim
Lidahku melumat setiap inti percakapan
Yang larut bersama bau keringatmu
Aroma tubuhmu menjelma sajak
Begitu juga lidahku
Kau teguk puisi yang ku tuang
Ke dalam cawan anggurmu
Sementara tubuhku
Memainkan bara api di tanganmu
Sampai menjadi abu
Di atas ranjang kenistaan
Setelahnya kau kenakan kembali
Kain penutup mencium basah bibirmu
Yang menjaraki mimpi-mimpi kita (2021)
Satu Dasawarsa
Aku merapalkan syair
Menyusuri belantara hatimu
Mengguncang pilar-pilar jiwa
Geliat membuncah menuju altar sakral
Bertaut memenuhi segala ingin hati
Di antara lentera yang menyibak jelaga
Juga luka yang terlanjur mengaga
Tangis menganak sungai
Di ujung keriput bibirmu
Kau hidangkan sejuta rindu yang memabukkan
Lirik perih hanya jejak yang tertinggal
Di halaman usang berdebu
Memintal satu dasawarsa cerita
Menangguk jejak tertinggal
Di sela-sela jemari tanganmu
Rindu masih tersimpan disana
Mengunci katup-katup hatiku
Langkah kau dan aku
Telah tiba pada satu dasawarsa
Dalam restu semesta kau menjelma sajak
Puisi yang tak pernah usai
Menyulam kisah dari air mata dan tawa berdua (2022)
Menjamu Rindu
Bibirmu menjamu rindu
Deras telaga birahi
Kau hanyutkan sisa percakapan
Malam membawa pulang
Sisa puisi yang menempel di putingmu
Keringat kita berkelindan
Hingga kau lupa bau tubuhmu
Kau petik denyar di bola mataku
Melumatnya memenuhi dahaga
Rinduku rebah di ujung lidah
Memeram derai keringat tubuhmu
Menyesap tiap luka yang kau hadiahkan
O, mimpi yang terjaga di sudut kelam
Bawakan aku secangkir rindu
Yang telah kau cicipi hingga tandas
Di meja aksara menjadi bisu
Aku menyusuri benih kepalamu
Yang ditumbuhi rimbun puisi
Sepasang matamu menujum arah langkahku
Mereguk mimpi yang telah kutatah
Di atas paras wajahmu
Secepat bayang kau menutup pintu muasal
Meninggalkan sisa puisi
Yang tumbuh di belantara jiwaku