Oleh Dewa Anom Esoterik Bendesa Desa Adat Dalem Setra Batununggul, Nusa Penida. Palebon, Mamukur lan Nuntun merupakan Trilogi dalam rangkain upacara Ngalinggihang Dewa Hyang. Pada kesempatan ini para Prati Sentana memberikan dan penghormatan yang terbaik kepada Lelangit (leluhur).
Meski dalam pelaksanaan dalam tatanan ritual dan budaya ada dualitas yang sulit dipisahkan bukan seperti air dan minyak sangat jelas kelihatan terpisah walaupun dalam satu tempat. Budaya sangat memberikan warna dalam pelaksanaan ritual khususnya dalam upacara. Kinembulan sendiri merupakan konsep Humanisme dalam pelaksanaan di lapangan, tetap sesuai dengan pedoman sastra.
“Riweskite ngangsen ngerores memukur utawi baligia, wenang nuntun akena ring rong tiga, bapante ring tengen ibunte ring kiwa penguripte ring tengah ike ngaran nilepati “
Artinya: disinilah sudah terjadi proses dari sukma sarira menjadi sesuatu (nir) yang tanpa rupa.
Kebersamaan diatas “Primordial” tersaji meskipun perkembangan yang masif justru dikotomi semakin menguat. Inilah tugas dualitas yang perlu dikompromi untuk penyatuan konsep berpikir. Kembali pada proses upacara Ngalinggihang Dewa Hyang puncaknya ada pada Mendak lan Nuntun. “Nyegara Gunung” adalah istilah dalam bahasa Bali yang mengacu pada praktik keagamaan Hindu Bali di mana air suci atau tirtha dibawa dari laut (nyegara) ke pegunungan (gunung) sebagai bagian dari ritual atau upacara suci. Ini mencerminkan siklus air dalam kepercayaan Hindu Bali dan juga memiliki makna spiritual yang dalam.
Pemaknaan siklus air
Siklus air memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan dan ekosistem. Ini melibatkan perjalanan air melalui berbagai fase dan tempat, seperti penguapan dari permukaan air, pembentukan awan, presipitasi (hujan atau salju), aliran permukaan dan bawah tanah, hingga kembali ke lautan. Air memiliki makna yang dalam dan kompleks dalam budaya Bali, terutama dalam konteks agama Hindu Bali. Air dianggap sebagai simbol pemurnian dan penyucian dalam upacara-upacara Hindu Bali. Sebelum memasuki Pura atau melaksanakan ritual suci, umat Hindu Bali akan melakukan prosesi penyucian dengan air suci atau tirtha.
Air melambangkan kehidupan dan reinkarnasi dalam tradisi Hindu Bali. Konsep siklus kelahiran, kematian, dan reinkarnasi dihubungkan dengan aliran air yang tak pernah berhenti. Air juga melambangkan keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan. Konsep Tri Hita Karana, yang mencakup keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan, tercermin dalam banyak upacara dan praktik yang melibatkan air. Selain pembersihan fisik, air digunakan untuk membersihkan rohani. Upacara melukat atau mandi suci di tempat-tempat suci adalah bagian penting dari praktik keagamaan Hindu Bali. Air suci, atau tirtha, sering digunakan dalam persembahan kepada dewa-dewa atau roh-roh leluhur. Ini merupakan tanda penghormatan dan kesetiaan terhadap alam spiritual.
Air dianggap menghubungkan dunia material dengan dunia gaib. Ritual seperti melepaskan persembahan ke laut atau mengambil air dari sumber-sumber alami menggarisbawahi hubungan manusia dengan alam. Air memiliki peran praktis dalam pertanian dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Irigasi teratur dan pasokan air yang memadai penting untuk pertanian dan keberlanjutan masyarakat. Makna-makna ini memberikan dimensi spiritual dan budaya yang kaya terkait dengan air dalam kehidupan masyarakat Bali, yang berakar dalam ajaran agama Hindu dan filosofi lokal.
Dalam banyak budaya, air memiliki makna spiritual dan sering digunakan dalam praktik keagamaan dan ritual. Air juga sering kali melambangkan pemurnian dan kesucian. Keseluruhan, siklus air adalah bagian integral dari kehidupan di Bumi dan mempengaruhi hampir setiap aspek keberadaan manusia dan lingkungan alam.
Upacara Nyegara Gunung selesai, diteruskan dengan Upacara Ngingkup yang dilakukan dimasing-masing Merajan bagian dari menghormati roh-roh leluhur. Nantinya menjadi tuntunan bagi Para Perti Sentana dalam kehidupan. Dalam upacara ini, persembahan makanan seperti nasi, lauk-pauk, dan buah-buahan diletakkan dalam wadah atau baskom tradisional yang terbuat dari anyaman daun lontar. Upacara Ngingkup biasanya dilakukan oleh keluarga atau individu dalam rangka memohon berkah, keselamatan, atau berbagai keberuntungan dari roh-roh leluhur “Dewa Hyang”
Selama upacara Ngingkup, doa-doa khusus dibacakan sambil melakukan serangkaian ritual seperti membakar dupa, menaburkan air suci, dan menghaturkan persembahan secara simbolis. Ini adalah bagian penting dari tradisi keagamaan dan budaya masyarakat Hindu Bali.den