POLITIK – kelirbali.com
oleh W Sukadana, pegiat kata. Beberapa hari ini kita dihadapkan suguhan politik yang terus ada kejutan. Misalnya Cak Imin menjadi Calon Wakil Presiden dari Anies Baswedan yang diusung PKB, PKS dan Nasdem. Menjadi mengejutkan PKS dan PKB ada dalam satu kubu. Biasanya kedua partai ini selalu berseberangan. Karena memiliki basis masa walaupun sama-sama Islam, PKB dianggap mewakili Islam Tradisional dan PKS berbasis masa Islam Moderat. Atas bergabungnya PKB yang memilih Cak Imin menyebabkan Demokrat hengkang dari koalisi yang mereka sebut Koalisi Perubahan.
Tak kalah mengejutkan adalah bergabungnya Golkar, PAN dan Gerindra mengusung Prabowo menjadi Capres. Ini mengejutkan karena semula PAN dan Golkar dalam satu gerbong dengan PDI Perjuangan dalam koalisi Indonesia Maju yang mengusung Pemerintahan Jokowi. Menjadi tanda tanya adalah apakah tindakan Golkar dan PAN itu atas restu Presiden Jokowi. Mengingat Jokowi adalah Kader PDI Perjuangan sementara ia seolah merestui Koalisi Gerindra Golkar dan PAN itu. Apalagi beberapa kali Jokowi membela Prabowo sang Menhan. Terkait serangan Hasto Sekjen PDI Perjuangan yang mengatakan Food Estate program ketahanan Pangan dari Menhan Prabowo membuang-buang anggaran. Jokowi secara tegas menjawab Food Estate tak mudah dan itu adalah kolaborasi dari berbagai kementerian, tidak hanya dari Menteri Pertahanan Prabowo. Terbaru adalah ketika isu pencekikan dan penamparan Wakil Menteri Pertanian Harvick, Presiden Jokowi saat bersama Prabowo juga menegaskan peristiwa tidak ada. Presiden Jokowi mengatakan Prabowo kini lebih sabar.
Terbaru kemarin adalah Kaesang Pangarep 26 September 2023 menjadi Kader PSI dan dinobatkan langsung menjadi Ketua Umum. Tentunya ini memantik bebragai spekulasi politik, makin menegaskan tidak sejalannya PDI Perjuangan dengan Jokowi. Menginat Kaesang adalah anak bungsu Presiden dimana dalam struktur organisasi PDI Perjuangan tidak diperbolehkan dalam satu keluarga ada dalam dua partai. Pembelaan Jokowi pada Prabowo, restu ke Gollkar dan PAN dalam koalisi dengan Gerindra dan bergabungnya Kaesang Pangarep ke PSI menyiratkan Jokowi sedang berseberangan dengan organisai Partai PDI Perjuangan tempatnya menjadi Kader. Yang mengusung dirinya sejak mencalonkan Wali Kota Solo, Calon Gubernu DKI dan Calon Presiden RI untuk kedua kalinya. Kalau itu benar mengapa ia melakukan itu di masa akhir kepemimpinan dan menjelang Pemilu 2024?
Dalam teori Politik tak ada kawan dan lawan abadi. Politik itu dinamis. Begitu pula langkah catur Politik seorang Jokowi di Pemilu 2024 ini. Presiden Jokowi berseberangan dengan PDI Perjuangan terkhusus dengan Megawati, terlihat masih aman-aman saja, sejumlah pengamat mengatakan Megawati marah akan tindak tanduk Jokowi ini. Beberapa prediksi mengatakan Jokowi melakukan itu karena mendorong PDI Perjuangan agar mau memasangkan Gandjar dan Prabowo menjadi Calon Presiden dan Calon Wapres sehingga Pilpres hanya satu kali putaran. Ia ingin menunjukan pengaruhnya atas berpaling koalisi Golkar dan PAN itu. Juga saat Kaesang menjadi Ketua Umum PSI ingin menunjukan apabila dirinya didepak dari PDI Perjuangan ia telah memiliki rumah baru bernama PSI diketuai oleh anaknya, Kaesang Pangarep. Ini membuat internal PDI Perjuangan serba salah, mengingat Presiden Jokowi memiliki tingkat kepercayaan Publik 90% akan bisa mempengaruhi siapa yang menang dalam Pilpres. Selentingan terbaru adalah munculnya anak Presiden Gibran Walikota Solo menjadi Calon Wapres Prabowo apabila ambang batas umur 35 tahun dikabulkan MK. Ini semakin meneguhkan Jokowi ingin menunjukan “taringnya” kepada para ketua Umum Partai utamanya PDI Perjuangan.
Mengapa Jokowi melakukan itu pada Mega dan PDI Perjuangan? Kalau kita flasback diawal pemerintahan Presiden Jokowi 9 tahun silam pada 2014, ada friksi diantara Jokowi dan Mega. Ketika Budi Gunawan batal menjadi Kapolri karena menjadi tersangka di KPK, setelah dilakukan Pra Peradilan KPK kalah, Budi Gunawan batal menjadi tersangka. Megawati marah karena Presiden tak melantik Budi Gunawan menjadi Kapolri. Mengingat Budi Gunawan dekat dengan megawati dan PDI Perjuangan, yang mana Budi Gunawan menjadi ajudan Megawati saat menjadi Presiden. Puncaknya Pada Konggres di Bali, 9 April 2014 Presiden Jokowi tak diberikan ruang untuk berpidato, kemudian saat Pidato Megawati berulang kali mengingatkan semua kader PDI Perjuangan adalah Kader Partai, seolah menyindir Jokowi yang mbalelo. Seiring waktu Jokowi bisa meredakan amarah Megawati dan mengangkat Budi Gunawan menjadi Kepala BIN sampai sekarang. Tampaknya peristiwa itu bisa membekas pada diri Jokowi. Sebagai orang Solo, politik Jawa dimana blangkonnya nyudul dibelakang seolah sekarang mendapat kesempatan
Ini sejalan dengan cerita Panda Nababan di Total Politik, terkait cara Jokowi membalas perlakuan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Menurut politisi senior PDI perjuangan, Panda menuturkan saat HUT TNI Gatot sengaja tidak memberitahu Polri agar Presiden bisa hadir tepat waktu pada HUT TNI. Karenanya Presiden naik ojek untuk sampai ke lokasi, itu pun telat. Panda Nababan melanjutkan ceritanya, pembalasan pada Gatot Nurmantyo ketika Gibran menikah, Gatot ditempatkan pada kursi plastik tidak menjadi tamu VVIP. Sementara petinggi lainnya mendapat perlakukan istimewa dan karpet merah. Ini cara halus politik Jawa yang diterapkan Jokowi, halus tapi mematikan. Mungkin saja dengan cara yang serupa Jokowi ingin membalas Megawati dengan halus. Pada saat kepercayaan publik 90% pada diri Jokowi , Ketua Umum Partai tak berarti apa-apa pada saat menjelang pemilu. Langkah catur Jokowi pada Pilpres 2024 seolah membenarkan perkataan Ahok, bahwa Jokowi lebih sadis dari dirinya. Dengan mengatakan perumpamaan bahwa Jokowi kalau ada katak ia tak langsung tembak kepalanya seperti dirinya Tetapi katak itu akan di rendam terlebih dahulu, kemudian air akan dipanaskan secara perlahan-lahan sampai akhirnya katak mati direbus. Tentunya kita akan lihat bagaiamana endingnya Langkah Catur Jokowi di Pilpres 2024? Disuguhi orkestrasi politik yang selalu ada kejutan-kejutan.(den)