RUMPI WAYANG – kelirbali.com
oleh Demy-pemerhati politik lokal. Pada tulisan sebelumnya, bagaimana tradisi Partai Golkar bertarung dalam Pilkada kabupaten/kota dan Pilgub. Kini bagaimanakah pertarungan di Kandang Banteng (PDIP). Dalam pertarungan Pilgub adan Pilkada di Bali, biasanya selalu diramaikan dengan penjaringan. Nama-nama yang dijaring ini dibawa ke DPP untuk mendapat rekomendasi.
Dalam kondisi ini, seorang yang akan maju dalam Pilgub setidaknya memeroleh dukungan dari DPC yang ada di Bali, dengan cara apa pun. Namun toh juga, rekomendasi turun dari DPP. Di sisi lain, turunnya rekomendasi sulit ditebak, bisa sehari menjelang pendaftaran di KPU atau jauh sebelumnya.
Melihat Pilgub Bali 2018 lalu, jauh-jauh hari I Wayan Koster sudah megantongi rekomendasi dan berpasangan dengan Cok Ace. Sehingga dengan rekomendasi dikantong, Koster-Ace bisa mendahului melakukan sosialisasi.
Sekali pun Bali digadang-gadang sebagai basisnya PDIP, kemenangan Koster di Pilgub 2018 hanya 57%. Sedangkan rivalnya, Mantra-Kerta dengan perolehan 42% suara dari 2,1 juta pemilih. Yang mana jumlah pemilih saat itu 3 juta, namun tingkat partisipasi hanya 70%.
Pembuktian Koster sebagai Gubernur terlihat saat memenangkan Jokowi sebagai Presiden RI pada Pemilu 2019 dengan kemenangan 91,6%. Dimana pada pemilu sebelumnya, kemenangan Jokowi-JK 71,4%. Dengan raihan prestasi ini, tentu Wayan Koster sangat layak maju lagi.
Berikut nama-nama yang digadang-gadang maju dalam Pilgub Bali dari PDIP.
Pertama, I Nyoman Giri Prasta. Nama ini sudah dikenal seantero Bali bahkan nasional. Tagline yang terkenal adalah ‘Be Lele, Be Mujair” sing bertele-tele, langsung cair. Bahkan setiap kabupaten di gelontor bantuan hibah. Angkanya juga fantastis, puluhan miliar per kabupaten. Publik juga menilai, sosok Giri Prasta juga tidak begitu terikat protokoler. Sehingga selain kalangan pejabat, kalangan masyarakat biasa juga bisa akrab dengannya.
Di kalangan pegiat media sosial dan masyarakat adat sangat berharap Giri Prasta bisa duduk di kursi Bali 1. Hal ini bisa dimaklumi, karena gelontoran bansos besar yang menyelesaikan persoalan pembangunan fisik tempat suci atau balai banjar. Sedangkan dalam memimpin Kabupaten terkaya di Bali ini, Giri Prasta relatif minim konflik. Pun dengan masyarakat kabupaten lainnya, ada adagium, tidak ada dana, minta saja ama Giri.
Selain memiliki kedekatan dengan masyarakat, Giri Prasta juga memiliki kedekatan dengan elite PDIP terutama Ketua Umum PDIP. Yang bahkan saat Ketua Umum PDIP ke Bali, Giri Prasta selalu menjadi pendamping setia. Kedekatan dengan tokoh elite PDIP di Bali juga cukup baik terutama dengan tokoh Puri Satria yang menjadi kandang banteng asli Bali. Persoalan birokrasi asalkan didampingi pejabat yang visioner, bukan tidak mungkin Bali akan maju pesat.
Nama kedua adalah I Wayan Koster. Sejak menjabat sebagai Gubernur Bali, Wayan Koster mendeklarasikan dirinya untuk duduk dua kali sebagai Gubernur Bali. Saat sebagai gubernur pula, tiada hari tanpa kemeriahan yang bernuansa merah dan merah. Kegigihannya memelihara Kandang Banteng patut diacungi jempol. Bahkan sampai berani membuat pernyataan yang tidak populis, menolak Tim Sepakbola Israel berlaga di Bali.
Ide dan gagasannya membangun Bali disebut sangat visioner. Yang bahkan di dalam sejarah dunia, mampu merancang 100 Tahun Pembangunan Bali. Pun setiap gagasan dan idenya dikaitkan dengan visinya Nangun Sat Kerti Loka Bali. Walau implementasinya di lapangan tidak semeriah gagasannya.
Hal ini bisa dimaklumi, karena didampingi Tim Kelompok Ahli yang sebagian besar adalah orang-orang akademisi yang relatif bukan orang lapangan. Sehingga ide dan gagasannya sangat indah di atas kertas atau bisa disebut gagah di kebudayaan di atas kertas, namun pelaksanaannya heboh meriah saat pembukaan saja.
Ada banyak janji yang diberikan seperti membangun Pusat Kebudayaan bali, yang kini pembangunannya mangkrak. Pembangunan ini berasal dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang artinya berasal dari dana pinjaman yang nantinya pengembalian dana dibebankan kepada masyarakat Bali. Pembangun tower Mayapada di Buleleng juga saat ini sedang berlangsung. Pun belum diketahui apakah proyek ini bisa tuntas atau nantinya mangkrak di tengah jalan.
Jauh sebelum namanya tersangkut di Mapolda Bali, sesungguhnya elektabilitas Wayan Koster sempat menyentuh 21% dan cenderung turun. Giri Prasta jauh lebih unggul dengan elektabilitas 71%. Mengejutkan memang, seorang Wayan Koster yang sebegitu populis, angka elektabilitasnya justru terpuruk. Yang bahkan setelah namanya tersangkut di Mapolda Bali, elektabilitasnya merosot jauh diantara sesama Kader PDIP yang akan maju sebagai bakal calon dari PDIP.
Pemilu kali ini sebagai ujian lagi bagi Wayan Koster karena menjanjikan kemenangan 95% buat Ganjar Mahfud. Janji tersebut terucap disaat PDIP sedang mesra dengan Jokowi. Namun ketika kehilangan sosok Jokowi, apakah kemenangan 95% itu bisa diraih. Atau nanti membuat alasan lain, berapologi, bahwa kekalahannya karena dikebiri kekuatan lain.
Sedangkan Cokorda Ardana Sukawati yang akrab disapa Cok Ace nampaknya tidak memiliki ambisi politik atau sebagai penumpang gratis di politik. Sehingga namanya tidakmuncul dalam burca bakal calon. Nama lain, yang kemungkinan merebut kursi nomor dua adalah Agus Suradnyana, mantan Bupati Buleleng. Namun boleh jadi, akan berpaket dengan Giri Prasta, bila ditemukan deal tertentu. Nama selanjutnya Nyoman Adi Wiryatama, namanya juga kalah moncer dengan Giri Prasta. Tentu ada nama lain seperti Komang Gede Sanjaya yang kini Bupati Tabanan, Jayanegara Walikota Denpasar atau, AA Ngurah Puspayoga yang saat ini belum turun dan mencoba peruntungan di Pilgub Bali 2024.(den)
(foto: diambil dari Tempo.com)