Kampanye Pemilu, Pertarungan Amunisi Otak-Otot dan Ongkos

Facebook
Twitter
WhatsApp

POLITIK – kelirbali.com

Kampanye Pilpres dan Pileg ditetapkan mulai 28 November 2023. Kampanye ini berlangsung selama 42 hari. Bisa menjadi waktu yang pendek atau waktu yang panjang untuk Kampanye Pilpres. Dalam hitungan kasarnya, dalam 42 hari masa kampanye akan mampu bersosialisasi pada 38 provinsi di Indonesia.Masa kampanye ini dipotong beberapa kali debat publik di KPU.

Sesungguhnya, Anis sudah memulai bersosialisasi bahwa dirinya menjadi calon presiden. Karena tidak memiliki jabatan di pemerintahan, maka dengan leluasa dirinya melakukan sosialisasi. Walau sering kali langkahnya tersebut disebut sebagai curi start kampanye. Argumen tersebut dipatahkan, bahwa dirinya belum calon presiden yang ditetapkan KPU.

Lalu muncullah Ganjar Pranowo, sebagai calon presiden dari PDIP. Sesungguhnya, jauh sebelum ditetapkan sebagai calon presiden dari partainya, Ganjar sudah wara-wiri ke beberapa daerah. Semasih menjabat sebagai Gubernur Jateng juga sudah kunjungan ke sana-kemari dengan digandeng atau menggandeng Keluarga Alumni Gajah Mada (Kagama, UGM). Hadir dalam kegiatan pameran atau jalan santai dan diskusi dengan Kagama.

Wara-wirinya Ganjar semakin masif dilakukan setelah pemasangan baliho ‘Kepak Kebhinnekaan’ gagal mendapat simpati di tengah masyarakat. Sekali pun Puan Maharani populer dan menjabat sebagai Ketua DPR RI, kiprahnya di lembaga tersebut beberapa kali blunder. Pun dalam terjunnya ke basis masa, sambutan warga terkesan dingin. Disebut-sebut hal ini karena gagal menguasai podium dan orasinya sering terbantahkan.

Prabowo sendiri, sesungguhnya sejak kekalahan di Pilpres 2019 lalu sudah mempersiapkan diri sebagai Capres. Baik lewat partainya atau kedudukannya sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo sudah melakukan sosialisasi. Hanya saja, Prabowo melakukan langkahnya dengan taktis, terukur dan smart.

Saat namanya sudah sah menjadi Capres, langkah pertama yang dilakukan adalah sowan ke petinggi militer yang pernah menjadi atasannya dan rekan sejawat kemiliteran. Selanjutnya sowan ke ulama dan tokoh nasional.
Yang tidak kalah mengejutkan, Prabowo juga mengadakan pembicaraan di luar negeri yang seakan memohon dukungan dari luar negeri. Latar belakangnya dibesarkan di negeri asing dengan memiliki ayah seorang ekonom kelas dunia, tidak sulit rasanya Prabowo mendapat dukungan dari rekan sejawatnya di luar negeri.

Salah satu kelebihan dari pasangan nomor urut satu, Anies-Imin adalah tidak memedulikan kiri-kanan. Pasangan ini terus melaju dan terus berkonsolidasi memeroleh dukungan. Sekali pun dari kubu Ganjar-Mahfud mencoba mengadakan pendekatan untuk mengeroyok Prabowo-Gibran, Anies-Imin tidak bergeming. Dengan kata lain, urusanmu adalah urusanmu. Urusanku adalah menang.

Dengan langkah tenang dan terus melaju ini, oleh kedua kubu, Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud seakan mewaspadai jalan lempang pasangan nomor urut satu ini. Pasangan Anies-Imin ini salah satu pasangan yang belum pernah tarung di Pilpres.

Lalu, pasangan Ganjar-Mahfud. Di media menampak pasangan ini terus berkutat memojokkan Jokowi dan Gibran. Bahkan sampai menyeret Ibu Iriana, yang disebut merestui Gibran sebagai Cawapres. Seakan tiada hari tanpa memojokkan Jokowi dan Gibran. Poros serangan selalu ditujukan kepada Gibran dan keluarganya. Seakan Jokowi dan keluarganya memiliki hutang yang begitu besarnya.

Prabowo-Gibran sendiri juga melangkah dengan gayanya tersendiri. Gibran sendiri walau diserang setiap hari, serangan itu bagaikan sarapan pagi, makan siang dan pengantar tidurnya. Prabowo mengerti betul gerakan kubu Ganjar-Mahfud, mengingat Mahfud sendiri pernah menjadi tim suksesnya. Begitu pula Mahfud, tahu betul siapa Prabowo.

Hiruk pikuk Pilpres oleh kubu Ganjar-Mahfud masih tetap sama dengan model Pilpres sebelumnya. Kuliti kekuatan lawan, serang pribadinya. Menampak pula, Ganjar memperlihatkan wajah aslinya. Nyerocos sana-sini, sama seperti Hasto dan lupa bahwa dirinya pernah duduk sebagai Gubernur yang atasannya sendiri adalah Jokowi.
Wacana-wacana provokatif yang disampaikan seakan menampakkan bahwa kekuasaan itu adalah hal yang mutlak. Atau boleh disebut, belum berperang sudah takut kalah. Kehilangan Jokowi, Ganjar dan Kaesang, sepertinya PDIP kehilangan segalanya. Apalagi berada duduk mesra di kubu lawan, merasa dikhianati.

Dalam politik, pengkhianatan adalah hal yang biasa. Hal ini mungkin tidak disadari PDIP. Masih teringat dengan jelas politik dinasti di Tabanan, Bali. Usai Adi Wiryatama menjadi Bupati, lalu digantikan anaknya Eka Wiryastuti. Begitu pula dengan mantan Bupati Gianyar, Made Mahayastra yang kini mendudukkan anaknya sebagai caleg di DPRD Bali. Patut diduga, dicurigai, ke depan putrinya sendiri yang akan digadang-gadang menggantikan sebagai bupati Gianyar.

Melihat peta pertarungan, seperti kata Toyotomi Hideyoshi, “Bertarunglah jika syarat-syarat kemenangan sudah kamu miliki.” Maka, Paslon Anies-Imin bisa disebut sudah memiliki syarat tersebut. Langkahnya semakin mantap, tidak peduli yang kiri dan kanan. Seakan prinsip yang dipegangnya adalah teruslah melaju menuju garis finish, jangan pedulikan lawan.

Paslon nomor urut 2, juga nampak lebih tenang. Prabowo sudah menyiapkan semua langkahnya. Selain pernah kalah dua kali di Pilpres, sehingga majunya kali ini lebih matang. Ditambah lagi Gibran dan Kaesang yang diharapkan bisa meraup suara anak muda. Yang diragukan publik adalah, kematangan Gibran saat adu debat Capres dan cawapres nanti. Apakah bisa menjawab pertanyaan dengan tangkas sama seperti suaranya saat deklarasi Capres.

Paslon nomor 3, Ganjar-Mahfud mungkin bisa lebih tenang bila meniru langkah Anies-Imin. Tetap melaju dan tidak tolah-toleh kiri kanan. Pertarungan sudah dimulai dan sudah tidak pada tempatnya menyalahkan keadaan, apalagi menyebut lawannya sendiri adalah pengkhianat, anak ingusan. Lawan yang di hadapi sudah di depan mata, sehingga fokus waktu untuk kampanye.

Akhirnya, masa kampanye 40 hari akan menentukan siapa pemenangnya. Hanya saja, Pilpres diganggu urusan Pileg. Caleg-caleg yang maju juga fokus memenangi diri agar duduk di kursi dewan. Sehingga amunisi dari caleg ini juga menentukan kemenangan Pilpres. Amunisi otak, semua paslon sudah mengantongi, amunisi otot (masa) semua sudah memperhitungkan dan amunisi ongkos tentu sudah di tangan. Karena tidak mungkin maju tanpa ongkos.
Masih bisa tenang? Suara caleg adalah suara pemenang Pilpres.(den)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Pj Bupati Gianyar, Tagel WirasaTinjau Kesiapan TPS

mewanti-wanti agar para ASN yang ada di lingkungan Pemkab Gianyar bisa bersikap…

Garda Tipikor Laporkan Dugaan Korupsi Sejumlah Kabupaten di Bali

Provinsi Bali sedang darurat Korupsi, pasalnya dari 9 Kabupaten/Kota yang ada, setengahnya…

Menyintas Hidup Lewat Camus

kekacauan hidup adalah sumber dari laku hidup itu sendiri, ia senantiasa produktif…

Ketua Garda Tipikor Mangku Rata Bertemu Mangku Pastika, Minta Petunjuk Pemberantasan Korupsi

Kami datang menemui Pak Mangku Pastika untuk minta petunjuk terkait korupsi khususnya…