Pura Watu Klotok Peninggalan Raja Kertha (Mpu Kuturan)

Facebook
Twitter
WhatsApp

KLUNGKUNG – kelirbali.com

Kabupaten Klungkung dikaitkan dengan Kahyangan jagat di Bali, ternyata terhubung dengan Pura Kahyangan jagat di Kabupaten lain. selain berhubungan, juga merupakan satu kesatuan historis pada masa lalu. Selain Pura Dasar Bhuana Gelgel, Pura Kentel Gumi, Pura Watu Klotok juga merupakan Pura Kahyangan Jagat. Dalan setiap Upacara besar di Pura Besakih, upakara di Pura Watu Klotok juga dilaksanakan selain sebagai tempat makiis.

Pura Watu Klotok merupakan salah satu Pura Kahyangan Jagat yang terletak di Banjar Celepik, Desa Tojan, Klungkung. Sesuai dengan namanya, Pura Watu Klotok terletak di pinggir pantai Watu Klotok. Watu berarti batu dan Klotok berarti krotok yang berarti berbunyi, sehingga nama Watu Klotok artinya batu yang mekocok atau berbunyi. Kini, selain dikenal sebagai tempat pesucian Ida Batara Besakih, Pura Watu Klotok, juga menjadi tempat suci pangayengan Bunda Kanjeng Ratu Kidul.

Sejarah keberadaan pura ini cukup panjang dan dipercaya sudah ada sejak zaman megalitikum. Dalam buku yang ditulis Dewa Soma seorang tokoh agama di Klungkung, menjelaskan Pura Watu Klotok di bangun oleh Raja Kertha untuk  memohon kesuburan dan keselamatan disawah, sesuai dengan isi lontar Dewa Purana Bangsul yang digunakan untuk menjabarkan sejarah pura ini. Raja Kertha tiada lain adalah Mpu Kuturan, seorang tokoh yang dikenal membangun pura kahyangan jagat dan sad kahyangan di Bali. Hal itu disebutkan dalam lontar Kusuma Dewa dan dipertegas lagi dalam lontar Babad Bendesa Mas.

Keberadaan Pura Watu Klotok sebagai genah pesucian Ida Batara Besakih dijelaskan dalam Lontar Raja Purana Besakih. Ketika Rsi Markandhya meletakkan panca datu di Pura Basukihan dan selanjutnya ditata dan disempurnakan pada abad VIII oleh Mpu Kuturan, pada jaman itu, Pantai Watu Klotok dipakai sebagai pusat pesucian Ida Batara Kabeh di Besakih. Dalam perkembangan selanjutnya, dari adanya batu mekocok yang mengeluarkan sinar  di pantai itu, manusia yang saat itu dijelaskan giat mengolah tanah sawah memohon keselamatan dan kesuburan disawah agar terbebas dari merana (hama penyakit) yang menyerang sawah mereka. Kepercayaan itu masih melekat hingga sekarang, sehingga selain dipercaya sebagai genah pesucian Ida Batara Besakih, masyarakat juga melaksanakan upacara mohon pekuluh jika sawah mereka warga terserang wabah, sekaligus memohon keselamatan dan kesuburan tanam-tanaman yang kemudian dikenal dengan upacara neduh lan pengusabhan.

Dalam kaitan Pura Watu Klotok sebagai tempat pemujaan, pura ini merupakan salah satu pura kahyangan jagat di Bali sebagai sthana Ida Batara Baruna. Pura Watu Klotok juga disebutkan memiliki fungsi ganda, sebagai linggih pesucian Ida Batara Besakih sesuai kata lontar Raja Purana Besakih dan sebagai tempat Nangluk Merana sebagaimana yang dipaparkan dalam lontar Dewa Purana Bangsul, dengan diselengggarakkan aci rutin setiap tahun pada Purnamaning Kelima yakni upacara pangusabhan.

 Ternyata, selain dikenal sebagai linggih pesucian Ida Batara Besakih, Pura Watu Klotok juga menyedot dikenal sebagai lokasi pangayengan Bunda Kanjeng Ratu Kidul. Sehingga, sejak beberapa tahun lalu, di kompleks pura itu, juga ditambah satu palinggih baru yang dipungsikan sebagai pangayengan di nista mandala. Dewa Soma yang dihubungi belum lama ini mengatakan, penambahan satu palinggih itu, bermula ketika banyak penekun spiritual atau para bakta Bunda Kanjeng Roro Kidul berdatangan ke pantai lokasi Pura Watu Klotok, setiap bulan suro atau purnama. Pantai Klotok dikenal penekun spiritual sebagai pusat samudra, sehingga, mereka setiap bulan suro mereka melaksanakan upacara bumi suda dan paneduh jagat.

Para penekun spiritual itu, dikatakan menggunakan sarana perpaduan antara sesajen Jawa dengan banten di Bali.  “Para penekun itu, datang dari berbagai daerah. Ada dari Denpasar, Klungkung, ada juga datang langsung dari Jawa,” kata Dewa Soma. Saat melaksanakan upacara di pinggir pantai, sarana yang digunakan berwarna serba hijau. Mulai dari tedung hijau hingga lantaran. Ditengah-tengahnya, dijelaskan di buatkan semacam tapakan sebagai tempat untuk menghadirkan sosok Bunda Kanjeng Roro Kidul. Sementara, sebelum kegiatan pemujaan dilakukan, palinggih pangayengan di nista mandala Pura Watu Klotok, tepatnya di sebelah barat palinggih pangayengan Dalem Ped itu, akan dihias sedemikian rupa. Palinggih semacam daksina dihiasi berbagai kembang, seperti mawar, melati, dan sedap malam dan hiasan lahapan panjang hingga ke laut serta kelapa hijau muda, sebagai minumnya. “Saat sesaji dihaturkan ke laut, kehadiran beliau ditandai dengan hujan dan angin kencang. Itu artinya sesaji sudah diterima dan dilarung ke laut,” katanya.  

Pura Watu Klotok terbagi menjadi empat bagian. Pada bagian utama mandala terdapat 16 bangunan, diantaranya, linggih Ida Batara Lingsir Watu Mekocel, Sumur, Meru Tumpang Lima linggih Ida Batara Danu, Gedong Alit Pule, Meru Tumpang Lima linggih Ida Batara Segara, Padmasana, Sapta Petala, Ngerurah, Panggungan, linggih Ida Batara Sapu Jagat, Bale Peringgitan, Bale Pengaruman, Bale Piasan, Bale Paselang, Bale Gegitaan dan Candi Kurung. Pada bagian madya mandala, ada empat bangunan, diantaranya, Bale Pemedek, Bale Gong, Bale Kulkul, Candi Bentar dan Api Lawang Kiwa-Tengen. Pada Bagian Nista Mandala, terdapat linggih Ida Sang Hyang Kala Sunia, linggih Ida Batara Dalem Ped, Bale Pawedan, Panggungan, Candi Bentar dan Patung Dwara Pala. Sementara pada bagian pesucian terdapat Lumbung, Bale Petandingan, Peratenan, Bale Sakepat, Linggih Sri Sedana dan Bale Pebat.

Di Pura Watu Klotok ada tiga aci yang dilaksanakan secara rutin. Diantaranya aci panyabran, aci pengenembulan (piodalan) dan aci ngatiban (pangusabhan jagat). Aci panyabran dilaksanakan pada hari-hari suci, seperti purnama, tilem, kajeng kliwon, pagerwesi, saraswati dan siwaratri. Aci Pengenembulan dilaksanakan pada hari anggarkasih julungwangi (setiap 210 hari) dan aci pangusabhan jagat dilaksanakan setiap purnama sasih kelima. Karya pengusabhan jagat bertujuan untuk memohon waranugraha Hyang Widhi agar alam ini memiliki kekuatan dan kesuburan, sehingga alam semesta beserta isinya dapat tumbuh dengan subur dan dapat dinimati oleh umat manusia.(tan)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Pj Bupati Gianyar, Tagel WirasaTinjau Kesiapan TPS

mewanti-wanti agar para ASN yang ada di lingkungan Pemkab Gianyar bisa bersikap…

Garda Tipikor Laporkan Dugaan Korupsi Sejumlah Kabupaten di Bali

Provinsi Bali sedang darurat Korupsi, pasalnya dari 9 Kabupaten/Kota yang ada, setengahnya…

Menyintas Hidup Lewat Camus

kekacauan hidup adalah sumber dari laku hidup itu sendiri, ia senantiasa produktif…

Ketua Garda Tipikor Mangku Rata Bertemu Mangku Pastika, Minta Petunjuk Pemberantasan Korupsi

Kami datang menemui Pak Mangku Pastika untuk minta petunjuk terkait korupsi khususnya…