POLITIK – kelirbali.com
Jauh sebelum Paket Satria-Cok Surya muncul, kandang banteng bumi serombotan Klungkung sudah bergejolak. Bahkan sebelum nama Made Satria muncul, sampai sekitar seminggu pengumuman bakal calon, Made Satria belum punya pendamping. Bukan karena tidak ada kader senior, namun kriteria sebagai pendamping mesti sesuai kehendak. Namun toh akhirnya pendamping yang dipilih memiliki banyak cacat.
Siapa nahkoda kandang banteng bila Paket Satria menang?
Pun munculnya nama Made Satria, banyak elite partai di Klungkung tak menghendaki dicalonkan dari PDIP. Militansinya belum teruji, kemampuannya belum terbukti. Ketika Satria mendapatkan rekomendasi dari DPP PDIP untuk Pilkada Klungkung, soliditas partai pun terbelah. Dukungan di acara seremonial pun sebatas unjuk tangan lalu cuap-cuap yel-yel.
Mereka yang tak sependapat dipaksa mendukungnya. Hasilnya dukungan internal elite PDIP nampak setengah hati. Situasi ini diperparah dengan sikap gerbong Satria yang digawangi sang adik Ketut Leo, yang seolah meminggirkan kekuatan partai. Bahkan terdengar santer, tanpa sokongan partai mereka (Satriya) optimis bisa menang. Gerbong ini seolah lupa bahwa kantong-kantong suara militan dari PDIP, dipegang Fraksi PDIP, dimana partai adalah induknya.
Situasinya tambah pelik, tatkala paket Satriya menghendaki Nyoman Suwirta sebagai Ketua Tim Pemenangan. Ini adalah pesan bahwa mereka tak percaya kekuatan partai di bawah kepemimpinan A.A Gde Anom. Keputusan itu amat mengangkangi tradisi PDIP dimana kekuatan struktur partai sangat diandalkan. Sejatinya, Suwirta sendiri bukan apa-apa di PDIP. Dia hanya kutu loncat, yang nyebrang ke PDIP setelah dibesarkan Partai Gerindra, setelah mengecap nikmatnmya terbang bersama Garuda, lalu masuk kandang banteng.
Paket Satriya benar-benar tak menaruh rasa hormat pada struktur partai. Kekuatan uang seolah-olah melumpuhkan militansi, dedikasi, perjuangan dan konsisten dalam membesarkan partai. Ditambah lagi dengan memelihara buzzer dengan stigma Satria adalah dewa penyelamat bahwa Klungkung akan Maju, namun lima tahun di dewan Klungkung nyaris tanpa suara. Bicara kepantasan, dua nama yang paling layak ditempatkan sebagai Ketua Tim Pemenangan, adalah Ketua DPC PDIP Klungkung A.A Gde Anom dan Anggota DPRD Bali dari PDIP Tjokorda Gde Agung. Sayangnya kedua nama besar elite PDIP di Klungkung bak figuran. Seolah tak memiliki pengaruh apa-apa.
Lalu apa agenda politik dibalik keputusan menjadikan Nyoman Suwirta sebagai Ketua Tim Pemenangan paket Satriya? Jika dilihat dari perspektif berbeda, ini bukan sekadar hitung-hitungan bahwa Suwirta adalah mantan Bupati Klungkung dua periode. Bukan pula karena perelahan suaranya cukup tinggi saat Pileg 2024. Tetapi ada agenda lebih jauh, yakni bersih-bersih ditubuh struktur PDIP di Klungkung. Gerbong Satria ini sejak awal sudah ingin menendang A.A Gde Anom sebagai Ketua DPC PDIP Klungkung. Maka nanti terbentuklah semacam nepotisme baru di kandang banteng Klungkung.
Kemudian memasukkan nama-nama baru yang lebih potensial ke dalam struktur pengurus partai ini di Klungkung. Mereka tentu para loyalis Suwirta dan Satria. Situasi ini sesungguhnya sudah dibaca oleh Anom dan kawan-kawan. Anom atau Gung Nungkling bukan politisi kemarin sore. Politisi senior ini pun punya cara tersendiri menghadapi agenda setting politik yang tengah mengancam posisinya. Sesuai dengan hobinya memelihara bonsai, dia selalu sabar, memainkan strategi dengan rapi, cermat melihat situasi, dan memangkas setiap tunas yang tidak dia kehendaki.
Setidaknya, Gung Nungkling sudah membuktikan kekuatannya. Dia buktikan saat menendang kader potensial PDIP sebelumnya Ketut Mandia dengan cara yang halus hingga banting setir menjadi kader Partai Gerindra.(den)