SASTRA – kelirbali.com
Redaksi Kelir Bali. Membaca puisi Abu Bakar dalam status FB Abu Bakar, tentu dalam usia yang tidak bisa dibilang muda, mutu dan isi tulisannya tidak menurun. Kadang menghentak, kadang slow kadang sarkastis. Dapat dipastikan, Abu Bakar sendiri terus mengikuti perkembangan dinamika di Jakarta termasuk perkembangan politik, kesenian dan segala remeh-temeh yang ada di Bali.
Terkadang pula dengan status satu kalimat atau kadang lebih irit lagi, Abu Bakar mampu menyampaikan pesan dari seluruh peristiwa. Ambil saja contoh satu kalimat pendek; /Nyepi,/ Ceki.// Tidak berpanjang-panjang, namun seluruh rangkaian peristiwa tergambar jelas. Pun dalam suasana Pilpres kali ini, semacam melodia yang terus mengalir. Sastra sebagai media kritik sosial sudah sangat mumpuni dituliskannya, walau kadang pembaca terkaget-kaget, “Pak Abu, nak buduh. Baang apa je kitane ngoraang. (Pak Abu, orang gila, biarin saja mau ngomong apa.
Tentu, lewat celetukan bebas, tanpa diembel-embeli gaya akademis, deretan teori sastra apalagi filsafat mampu membuat kejutan; menempatkan puisi pada tempatnya. Bukankah tulisan selain enak dibaca juga membuat pembaca biasa terkesan, membuat pembaca yang sedih jadi riang, pembaca pintar sedikit mengerutkan dahi.(den)
wong cilik. (Abu Bakar, Teater Bumi, 21/10/2023)
mikiran indonesia
semalaman tak bisa tidur aku.
kok bisa ?
pdhal sampean kan cuman tukang pres ban?
menggaruk dengkul
ia
diam. waktu berlalu.
maunya saya tetep tegak lurus pd pdi megawati. tegaklurus
pd jokowi. tegak lurus sumpah setia pd nkri uud ’45 agar bisa selamatkan diri
demi piring nasi.
matanya berbinar menjadi danau.
kupingnya melebar.
eh, hentaknya: setia saya dituduh penjilat.
setia saya dituduh cari muka.
dituduh pencitraan ikut fotoan sana sini nempel para penggede a/n pencitraan. maunya saya
seperti kamu seperti saudagar dan penjudi2 itoe bikin foto gede ukuran 4X6m, jadikan baliho lalu nampang di itoe prapatan jalan dg tulisan
bebas bpjs bebas stnk bebas biaya kremasi klo aku menang.
eh stlh ku-hitung2 ongkosnya mahal
lagian sbg calon anggota dewan
nomorku butut jauh di bawah; bersaing dg teman separtai pun
tak kalah sadis. aku,
keok.
itung2
enakkan kamu. tak pernah omong, tak berani omong, tak kritis, angin barat angin timur
pasih menghapal pancasila janji setia nkri uud ’45, tau kapan omong kapan bungkem.
numpak sepedah rengeng2 ke kantor
hari minggu mancing ke laut
sabtu sore makan lumpia karo anak isteri neng alun2
bikin puisi tak perlu dibaca
hidupmu datar
tapi slamet. sampean sungguh2 sangat indonesia dèh.
angin berdesir.
matanya menjadi danau.
klo mati aku mau dikubur di kalibata, ujarnya. atow di pancakatirta berdamping dg pak rai, ujarnya. setidaknya di karet
berdamping chairil anwar si binatang senja pelabuhan kecil, ujarnya.
ngapain tak sekalian aja dibuang ke laut oleh seal as seperti bin laden?
wong namanya mimpi
kan bole bang. janganlah galak2 begitu bang. hanya seonggok mimpi inilah tinggalan harta karun nenek moyangku.
aku bang hanya wong cilik yg disuapin narkoba heroisme
ribuan rakyat jelata yg oleh bajingan2 itoe dibikin mimpi.
aku,-
juga.
kami pisah setelah mengingatkan korek apinya jangan tertinggal.
kemana sekarang?
lagian dpt orderan pasang baliho buk mega dan pak jokowi.
katanya udah tak tegak lurus ..?
ia
ketawa.
ia terus ketawa ia lanjut ketawa.
aku ketawa
aku terus ketawa lanjut ketawa pd pd foto ukuran 4X6 dirinya
yg telah tegak
terpasang.