Geger di Asrama Beratan (tamat)

Facebook
Twitter
WhatsApp
SISAT WAYANG – kelirbali.com
 
oleh I Wayan Westa, penikmat sastra. Entah berapa lama Mpu Sadhaka hidup bahagia di Asrama Beratan. Orang suci yang telah mencapai yoga tingkat tinggi  ini akhirnya menentukan sendiri hari  kematiannya. Saat bunga-bunga mekar di Sasih Kapat, dan purnama penuh di langit, brahmana yang paling dihormati di Asrama Beratan ini pun pulang ke alam Brahma. Dengan damai ia tinggalkan semua yang hidup. Gerimis mengantar kepulangan mpu tua ini, pertanda dewa-dewa menyambut bahagia.
 
Namun hidup  tak ubahnya alunan sungai. Kadang  mengalir jernih di musin terang, kadang keruh di musim penghujan. Kemarau sering merontokkan daun-daun. Namun hujan menumbuhkan pucuk-pucuk baru. Begitu juga keadaan di Asrama Beratan. Penuh lekuk dan gelombang. Seakan sudah menjadi kehendak Kali. Suatu hari, sejumlah warga Pasek Kayu Selem dari Desa Batur menjajakan dagangan lewat di Desa Beratan. Lacur, perjalanan mesti dihentikan, matahari keburu tenggelam, dan hari berganti malam. Dan pikiran pun kadang ber-ubah,  air tak selalu mengalir bening sampai ke hilir, anak-anak brahmana pun kadang dibelit hati moha.
 
Kala itu yang dituakan di Desa Beratan bernama I Gusti Pande Beratan. Ia seharusnya bertanggung jawab pada semua orang yang datang, melindunginya,  memberi mereka  rasa aman. Karena malam, warga Pasek Kayu Selem pun  minta izin menumpang menginap di Beratan.  Maka menginaplah pedagang ini di Beratan.
 
Entah dari mana godaan itu datang. I Gusti Pande Beratan jadi jumawa. Merasa diri kuat, keturunan orang suci, punya banyak pendukung, ia takabur, tidak ingat lagi  sasana kepandean. Saat malam semakin beringsut, I Gusti Pande Beratan menjarah semua barang berharga milik pedagang dari Desa Batur itu. Tidak hanya hari itu, sudah berkali-kali Gusti Pande Beratan melakukan perbuatan  memalukan.
 
Ki Pasek Kayu Selem akhirnya mendengar kejadian ini. Ia pun murka, marah rakyatnya dirampas  terus-menerus. Kentongan dipukul bertalu, Ki Pasek Kayu Selem memerintahkan rakyatnya menyerang Desa Beratan, menghukum ulah jahat Gusti Pande Beratan. Orang-orang  Desa Batur, lengkap dengan senjata terhunus  menyerang di Gusti Pande Beratan. Turut membantu ketika itu Ki Pasek Cempaga, Ki Pasek Celagi Manggis,  Ki Pasek Bebalangan, Bebandem,  Poh Tede dan Pulasari. Pasukan datang seperti air bah.
 
Perkelaian sengit, Gusti Pande Beratan dan Ki Pasek Kayu Selem tak terhindarkan akhirnya. Perang dua orang sakti ini  berlangsung satu hari penuh. Luka di sekujur tubuh dua petempur ini seperti sobekan-sobekan pohon bergetah. Terlalu kukuh untuk tumbang. Seluruh pakainnya berdarah, nyaris kering kehitaman. Sesekali darah segar merembes dari  lengan dan paha mereka. Jenazah para abdi setia di kedua pihak bergelimpangan. Panah, tombak, pedang, parang terserak di tanah. Darah segar mucrat, raungan di mana-mana.  Orang- orang  sekarat melepas ajal, lambungnya ditembus tombak dengan leher nyaris putus. Asrama Beratan luluh lantak, rumah-rumah terbakar. Sungguh mengerikan.
 
Dalam serangan ganas itu, Pande Beratan tak kuasa bertahan. Banyak yang menyesalkan perbuatan Gusti Pande Beratan. Sementara, yang masih hidup memilih lari bersama anak istri, membawa serta barang-barang. Mpu Janggarosa  lari ke Taman, seraya membawa kitab “Pustaka Bang”. Pande Sarwada pindah ke Desa Kapal. Arya Pande Ramaja memilih tinggal di Asrama Kawisunia. Mpu Tarub engkang ke Desa Marga. Arya Pande Danuwangsa menyepi ke Desa Gadungan. Arya Pande Suarna rarud menuju Buleleng, minta suaka kepada Kyai Ngurah Panji Sakti Alot. Arya Pande Tonjok  ngempi di Penasan, Klungkung, ada pula ke Tusan. Arya Pande Karsana pindah ke Badung. Arya Pande Ruktya hijrah ke Bangli membawa serta dua buah pralingga kawitannya. Sementara saudara sepupunya pindah ke Samu. Arya Ida Wana menetap di Desa Bayan menjadi undagi.
 
Kendati mereka tersebar jauh, nasihat leluhur mengikat  mereka untuk tidak saling melupakan.  Warga Arya Pande Beratan tidak boleh mengatakan “ming tiga” (bersaudara  jenjang tiga generasi, pupu atau lebih), sejauh-jauh “ming ro” (mindon). Dinasihatkan, bila tak hendak dikutuk  Bhatara di Penataran Beratan,  Pande Beratan tidak boleh lupa dengan sanak keluarga semua.
 
Setelah geger di Asrama Beratan, sanak saudara tinggal di sejumlah tempat, tak diceritakan  keberadaan mereka. Bila pun terpencar, mereka diikat oleh satu bhisama:  tidak boleh melupakan asal-usul. Mereka tetap satu saudara, turunan Mpu Brahmaraja.
 
Dikisahkan Mpu Tarub yang berasrama di Desa Marga. Tepat di hari Tumpek Kuningan,  saat bulan menuju terang, ia melakukan yoga di mrajan-nya. Di situ dengan khusuk sang mpu menggelar  samadhi, memuja  Bhatara Kawitan. Tiba-tiba ia mendengar bisikan dari dalam hati:
 
“Hai cucuku, jangan bersedih atas kemelaratanmu. Semua ini adalah kehendak kali. Jangan hukum dirimu dengan rasa berasalah itu. Ingat, dirimu tengah dikuatkan. Sebagai brahmana kau memang tidak boleh berlaku jahat, membunuh orang tak bersalah. Ingat yang engkau bunuh itu adalah sanak saudara sendiri, turunan Pasek Batur. Sebab  sesungguhnya engkau satu kawitan  dengan Pasek Batur. Mereka  turunan brahmana  Mpu Ketek, kakak  Mpu Brahmaraja Kepandean.”
 
“Kunasihatkan, bila engkau hendak menggelar yadnya, suka atau duka jangan sekali-kali mempergunakan tirta brahmana selain brahmana turunanmu! Beritahukan hal ini kepada saudara-saudara dan turunanmu. Maksudnya; supaya engkau sendiri jangan lupa terhadap dharma kepandean, terutama kepada Bhatara Brahma pencipta alam ini.”
 
“Dan apa bila engkau bermaksud bakti kepadaku, pada hari Tumpek Kuningan, sembahlah aku dari  Pura Paibuan dengan hati suci bersih, suatu tanda engkau ingat kepadaku, aku puyutmu Mpu Brahmana Dwala.”
 
Kini diceritakan halnya Arya Pande Ruktya di Negara Bangli tetap setia menjalankan swadarma sebagai  pande emas dan perak. Ketika itu yang berkuasa di Bangli adalah I Gusti Praupan dan I Gusti Dauh Pamamoran. 
 
Entah berapa tahun lamanya memegang kekuasaan,  Negara Bangli digempur I Dewa Tirta Arum yang bergelar I Dewa Pemecutan disertai  adik-adiknya; I Dewa Pring yang pindah di Desa Brasika dan I Dewa Pindi yang berpuri di Pagesangan. Namun lacur, dalam pertempuran ini I Gusti Praupan tewas ditikam keris  bernama Ki Lobar.
 
I Gusti Dauh Pamamoran akhirnya melarikan diri pindah ke Camanggon diiringkan Arya Pande Ruktya dan sanak saudaranya Arya Pande Likub turunan Pande Beratan.
 
Adapun Arya Pande Likub selanjutnya  menuju Desa Timbul dengan membawa dua buah lingga arca kawitan purusa-pradana. Namun di desa ini ia tidak mendapat penghormatan. Orang-orang desa di situ  memandang dirinya hanya sebagai orang biasa.
 
Mengingat terus menerus dikejar musuh, Arya Pande Ruktya juga  melarikan diri bersama adik-adiknya. Tibalah  ia di Desa Blahbatuh, minta perlindungan kehadapan Kryan Anglurah Jlantik. Syukur permohonan dikabulkan. Namun lacur,  tidak lama tinggal di Blabatuh, Pande Ruktya meninggal karena  diracun. Ia  berpulang  tanpa turunan, terkena kutuk, karena di masa hidup lupa pada  leluhur.
 
Beberapa tahun  mengalami prahara, kini turunan Pande Beratan yang lari ke Bangli sadar akan diri. Ia senantiasa ingat pada leluhur. Untuk menghormati kawitan ia membangun  perhyangan “Ratu-Kapandean” dan “Dalem” Bangli. Semenjak itu ia hidup bahagia .
 
Demikianlah kisah ini dituliskan  dalam prasasti. Semoga dimaafkan, dilepaskan dari kutuk pastu. Semoga  yang membaca kisah ini  dibersihkan hatinya, dituntun para leluhur, dihapus segala dosa dan kesalahannya, dimudahkan rezekinya. 
Ong  Saraswaty ya namah
Ong Gemung  Ganapati ya namah
(Tamat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Pj Bupati Gianyar, Tagel WirasaTinjau Kesiapan TPS

mewanti-wanti agar para ASN yang ada di lingkungan Pemkab Gianyar bisa bersikap…

Garda Tipikor Laporkan Dugaan Korupsi Sejumlah Kabupaten di Bali

Provinsi Bali sedang darurat Korupsi, pasalnya dari 9 Kabupaten/Kota yang ada, setengahnya…

Menyintas Hidup Lewat Camus

kekacauan hidup adalah sumber dari laku hidup itu sendiri, ia senantiasa produktif…

Ketua Garda Tipikor Mangku Rata Bertemu Mangku Pastika, Minta Petunjuk Pemberantasan Korupsi

Kami datang menemui Pak Mangku Pastika untuk minta petunjuk terkait korupsi khususnya…