
Kaldera Batur dan Kisah Brahmaraja (bag1)
Pura Indrakila, di Desa Dausa Kintamani, Pura Teratai Bang di Bedugul, Pura Ulun Danu Beratan, Pura Puncak Mundi, Nusa Penida adalah pura yang selalu dikaitkan dengan kehadiran Mpu Brahmaraja di Bali
Pura Indrakila, di Desa Dausa Kintamani, Pura Teratai Bang di Bedugul, Pura Ulun Danu Beratan, Pura Puncak Mundi, Nusa Penida adalah pura yang selalu dikaitkan dengan kehadiran Mpu Brahmaraja di Bali
Sugantika menuturkan persembahan yang sejati bukan hanya terbatas pada sesajen lebih daripada itu persembahan juga meliputi rasa bakti yang sungguh-sungguh. Fokus yang besar kepada semesta dan Sang Pencipta adalah wujud bakti.
Dari ruang imaji Meja Biliar ini, Putrayasa seperti menaruh curiga, mengingatkan siapa saja mesti berhati-hati dengan “kebaikan” dan “bantuan” dibungkus citra semu. Sebab kata Oliver Goldsmith, “bantuan kerap memelintir kebenaran dengan cumbu rayu”. Di tengah-tengah wabah berita palsu, liputan-liputan pers mudah dibeli, perang citra itu bergulir,,,,
Walau tahun politik dalam hitungan hari, Bali secara nasional dan dunia terus akan menawarkan keeksotikan kenyamanan, sehingga dunia juga menaruh harapan, agar Bali tetap dijadikan tempat yang aman dan nyaman bagi pariwisata dan perhelatan elitis internasional. Bali tetap indah di mata dunia, bukankah itu harapan kita semua,,
Eksplorasi alam, kerap dibahasakan sebagai proyek kesejahteraan. Jargon-jargon harmoni; wana kertih, danu kertih dikumandangkan, sembari dengan hati kerontang, tanpa empati membongkar bukit-bukit untuk satu otupia semu — dengan bahasa kuasa ‘Era Baru” hari depan lebih baik. Lagi-lagi kita bergulat dengan absurditas–
Dirinya ingin mengikuti langkah pertapa, Wana Prastha menyepi dari riuh masyarakat dan mendekat diri dengan sang penguasa. Pikiran sesaatnya memastikan bahwa tujuan hidup berdamai dengan diri damai dengan alam. Maka keputusannya bulat, seluruh hidupnya akan diabdikan sebagai pertapa.
Ia selalu punya cara genial, bagaimana seni adalah juga sebentuk perlawanan, menghadirkan cibiran karikatural menohok pada situasi terkeni kehancuran adab bangsanya, kemaruk para elit, dan media pers yang lumpuh sebagai lembaga kontrol. Di tengah-tengah kelumpuhan itu, walau dengan rasa ngilu, dan kepedihan menyengat, Putrayasa menunjukkan pendiriannya untuk bersuara.
Citra Sasmita membahas dan mengulas konsep pameran tersebut dari sudut pandang psikoanalisis Carl Gustav Jung, terutama dalam pembacaan mengenai konstruksi mimpi, mitologi, filsafat, agama dan kesenian terhadap aktualisasi diri seseorang.
Rsi Wyasa mengungkapkan tanda-tanda kehancuran lain dengan berkata, “Saat Matahari menjelang terbit dan terbenam, setiap hari aku melihat Matahari ditutupi bayangan tubuh tanpa kepala. Awan muncul dengan tiga warna, di pinggir berwarna merah dan putih sedangkan di tengah berwarna hitam diikuti dengan lecutan kilat yang berbentuk gada dan terjadi siang dan malam. Aku juga melihat Matahari, bulan dan bintang-bintang menyala-nyala bagaikan terbakar. Ini terjadi baik siang dan malam dan semuanya menimbulkan rasa takut,” jelasnya.
Gaya berpakaian para musisi grunge, seperti flannel shirts dan jeans sobek, juga memengaruhi dunia mode pada saat itu. Grunge membantu mendorong popularitas musik independen, dengan banyak band yang muncul dari label-label independen.