Satu Putaran Buat Goyang Gemoy, Mungkinkah?

Facebook
Twitter
WhatsApp

POLITIK – kelirbali.com

oleh Demy – pembelajar politik. Tidak hadirnya Presiden RI, Joko Widodo pada Ultah PDIP, sepertinya ada yang kurang. Ibarat sayur lodeh kurang garam. Namun toh juga, kalangan PDIP menyebut, Jokowi sudah tidak bersama PDIP lagi. Ganjar juga menyebut hal yang sama dalam suatu kesempatan.

Narasi yang dibangun oleh PDIP juga masih berkutat dengan gaya lama, euforia masa, menjual kalimat-kalimat Bung Karno bahwa apa yang dikatakan sejak seabad silam adalah satu-satunya jalan demi menuju Indonesia Emas. Termasuk juga narasi bahwa kaum akar rumput yang masih menjadi jualan.

Sepertinya, PDIP lupa, bahwa saat ini 54% pemimpin Bupati/Walikota di Indonesia ada di tangan PDIP. Yang artinya secara mutlak mestinya sudah menang di 54% kabupaten/walikota. Namun kenyataannya, PDIP masih berjibaku selain memoles ganjar juga kembali meyakinkan kaum Marhaenisme yang sebagai jualannya agar bangkit seperti orasi Bung Karno atau bangki seperti jaman reformasi.

Nah, masih adakan pendukung di belakang Jokowi?
Bila masih setia kepada Jokowi, tentu pilihan diarahkan kepada Paslon Presiden nomor 2, Prabowo-Gibran, Si Gemoy. Tanpa beristilah-istilah, Gemoy tidak serta-merta menarasikan Pilpres Satu Putaran. Namun kubu Ganjar langsung pula menarasikan GSP. Di mana sebelumnya GSP adalah Guruh Sukarno Putra. Atau kepleset, GSP yang artinya Gibran Satu Putaran. Nah ini kan negeri dengan banyak ide gagasan kalau mau yang aneh-aneh.

Kelirbali.com mencoba membuat analisa apakah PS-GRR, singkatan baru, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (biar singkatan tidak sama dan tidak mudah ditiru). Dimana hasil Pilpres 2019, Jokowi mendulang 86 juta suara dan Prabowo mendulang 68 juta suara.

Dari perolehan suara Partai Politik, suara Gerindra 17 jutaan, suara PKS 11 jutaan, dimana saat Pilpres PKS menyumbang suara kepada Prabowo.

Bila suara Prabowo yang 68 juta dikurangi suara PKS 11 jutaan, maka suara Prabowo menjadi 57 jutaan. Anggaplah suara Gerindra utuh 57 juta, atau bergeser ke angka 50 juta. Artinya Prabowo sendiri sudah mengantongi suara 50 juta dari Partai Gerindra.

Nah, bagaimana dengan suara Jokowi saat Pilpres? Jokowi saat Pilpres memeroleh suara 86 juta. Sedangkan dukungan suara PDIP sebanyak 27 juta. Selebihnya adalah pendukung Jokowi non parpol. Ada kasak-kusuk dari beberapa lembaga survey menyebut suara PDIP ini sekitar 10% hengkang ke Jokowi, maka Jokowi masih mengantongi suara dukungan sebesar 67 juta suara.

Nah, dukungan suara ke Jokowi anggap saja hilang setengahnya, maka tersisa dukungan 33 juta suara. Maka suara Jokowi dan suara Prabowo adalah 33 juta + 50 juta = 83 juta. Ini belum termasuk dukungan suara PSI yang dikomandani Kaesang Pangarep.

Sebutlah Gibran dengan menggaet pemilih pemula dengan goyang Gemoy dengan cluster umur 17 – 35 tahun 52% DPRT pemilih 106 juta suara dan yang didapat Gibran sebanyak 25% saja, maka jumlahnya 25 juta suara. Suara Jokowi + Prabowo + Gibran menjadi 108 juta suara. Masih terlalu banyak, sebutlah ada overlaving sekitar 20% dari 108 juta suara, maka tersisa 82 juta suara.

Anggaplah suara Jokowi + Prabowo + Gibran + Kaesang overlaving 10%, maka tersisa 74 juta suara. Sekarang ditambah suara Partai Koalisi. Partai Golkar, Demokrat, PBB, PAN. Dengan perhitungan dukungan suara partai koalisi sekitar 50 juta suara. Anggap overlaving 50% maka dukungan suara partai koalisi 25 juta suara. Maka suara Prabowo secara hitung-hitungan adalah 82 juta suara ditambah dukungan partai koalisi menjadi 107 juta suara.

Namun jangan senang dulu. Walau dengan 107 juta suara optimis satu putaran. Dari pengalaman Pilpres sebelumnya, effektif suara terpakai maksimal sebesar 90% atau sekitar 185 juta pemilih. Angka yang dibutuhkan untuk menang satu putaran adalah 96 juta suara. Maka di atas kertas, bila hitung-hitungan tersebut tidak meleset, maka satu putaran kita bisa Goyang Gemoy.

Ahh, ada syarat lain lagi. Selain menang satu putaran, PS-GRR harus menang lebih dari 50% provinsi yang ada di Indonesia. Artinya PS GRR harus menang sedikitnya 20% lebih di 18 provinsi dari 38 provinsi yang ada di Indinesia.
Sebagai catatan pada Pilpres 2019 lalu dengan 34 provinsi, Jokowi menang di 21 provinsi dan Prabowo memang di 13 provinsi. Bila setengah provinsi kemenangan Jokowi digeser ke PS GRR maka dalam analisa ini akan meraih kemenangan di 23 provinsi. Artinya PS GRR memenangi 19 plus 4 provinsi.

Sebutlah analisis ini salah. Bila mengacu pula pada kekuatan PS – GRR saja, dengan 82 juta suara dan Prabowo mampu menambah kemenangan dari 13 provinsi dan diusahakan menang di 7 provinsi lagi, maka satu putaran itu sudah bisa Goyang Gemoy, Goyang Gomooyyyy.
Jokowi yang saat ini sedang berkuasa dan dengan berani tidak datang di HUT PDIP, setidaknya approval Jokowi ada di angka 73% dukungan.

Nah, bila berhitung di kekuatan PDIP oleh Ganjar di Jatim sebagai mantan Gubernur, dukungana PPP, Perindo dan Hanura, angka dukungannya naik dari perolehan suara PDIP yang 27 juta menjadi sekitarv 50 juta suara. Asalkan suara PDIP yang dibawa Jokowi ini bertahan tidak hengkang ke PS – GRR.

Ketika ditinggal Jokowi, kandang banteng mulai miring, walau tidak oleng. Ganjar Pranowo bersama mahfud MD terus berusaha melakukan penetrasi masa suara. Namun, Jateng juga sudah digoyang selain oleh Gerindra sendiri, sesepuh Golkar pun ditugaskan turun ke Jateng.
Karena keasyikan menyerang ini, kubu GP MMD sering blunder. Soal pertahanan keamanan misalnya, GP ngebacot seolah paling tahu soal pertahanan keamanan, namun pertahanan keamanan itu wilayah geo politik internasional.

Bicara pertahanan keamanan bukan soal bakar rumahnya rampok isinya. Hal ini bisa terjadi di jaman Majapahit dulu, atau jaman Kubilai Khan. Tidak. Pertahanan keamanan kali ini juga soal diplomasi, saling sapa antar pemegang kebijakan pertahanan. Beli pesawat itu mahh, soal gampang. Soal anggaran pertahanan, bertahan yang baik butuh biaya, apalagi peperangan sesungguhnya.

Nah, Jokowi bukannya sedang membakar rumahnya dan merampok isinya, namun meninggalkan setelah memberi kuasa atas 54% penguasa di tingkat kabupaten. Toh juga masih ribut, kurang apa? Sekali pun nanti GP MMD nanti menang, satu hal yang mesti dibuktikan, belilah pesawat yang baru untuk pertahanan. Memenangkan diri sendiri butuh energi, apalagi menggagalkan Goyang Gemoy.(den) foto by google

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Balasan Terbaik ASTAGUNA Membungkam Gerindra “Menangkan Pilkada”

Gerak alam pun menunjukkan pembelaannya. Di tengah keputusasaan setelah diabaikan Gerindra, tiba-tiba…

BRI Peduli – Serahkan Satu Unit Dump Truk ke Pemkot Denpasar

Yoggi Pramudianto Sukendro mengatakan, bantuan dump truck ini sendiri merupakan wujud dan…

BRI Peduli–Serahkan Bantuan Satu Unit Dump Truck ke Pemkot Denpasar  

Bank BRI Kanwil Denpasar melalui program BRI Peduli menyerahkan bantuan satu unit…

Tim Pemenangan Prabowo-Gibran Backup Penuh Paket KATA

“Keluarga besar Pelita Prabu telah menunjukkan dukungan yang luar biasa. Kami harus…

Keberanian dan Kesunyiannya Masing-masing

Jika keberanian hanyalah soal otot (fortitude) maka preman pasar loak pun dapat…