POLITIK – kelirbali.com
Pertarungan Ida Bagus Gaga Adisaputra yang kini Nyaleg di DPRD Gianyar mesti menghadapi tembok kokoh atas arus kekuasaan. Gus Gaga akrab disapa, untuk lolos duduk di DPRD Gianyar menghadapi sejumlah persoalan, diantaranya Bansos/Hibah yang tidak kunjung cair.
Padahal sudah di ACC oleh mantan Bupati Gianyar I Made Mahayastra. Persoalan kedua adalah dirinya dihadapkan pada tembok kuat yang diciptakan kubu lawan, “Asal bukan Gus Gaga” Dimana pun Gus Gaga melakukan sosialisasi, dipastikan diintip dan dukungan suara padanya dibuyarkan, digagalkan.
Kendati demikian, Gus Gaga yang mendapat nomor urut 1 Dapil Kecamatan Gianyar dari Partai Demokrat kerap jadi ‘’buah bibir’’ jelang Pileg 14 Februari 2024 mendatang. Pasalnya, sejumlah warga masih beranggapan bahwa tokoh asal Griya Kawan, Gianyar ini salah satu caleg yang berseberangan dengan rezim penguasa di Gianyar. Gus Gaga sendiri setelah dihabisi karirnya sebagai PNS, kini bakal dihabisi lagi di Pileg. Atas kondisi ini, sebagian warga Gianyar prihatin dan simpati pun mengalir pada tokoh asal Grya Kawan, Gianyar ini.
Sebelumnya Gus Gaga adalah mantan Sekda Gianyar yang kini Wakil Ketua DPRD Gianyar (2019-2024) ini, tak pernah mempersoalkan anggapan itu. “Sebaliknya, saya sangat merasakan anggapan itu muncul sebagai wujud psikologis keprihatinan masyarakat atas tekanan penguasa pada diri saya. Hal itu terjadi sejak saya dipecat dari jabatan Sekda Gianyar, hingga munculnya imbauan masif “pilih asal bukan Gus Gaga” pada Pileg 2019 lalu, ini yang membuat saya sedih di saat kita ingin menghidupkan demokrasi pada jalurnya,” beber Gus Gaga prihatin.
Dijelaskan lagi, dunia politik sejatinya sesuatu yang tidak pernah ada dalam angan-angannya. Berangkat dari kondisi pahit itu, keadaanlah yang membuat dirinya “terpaksa” terjun ke arena politik praktis. “Hal ini tiada lain berkat dorongan dan dukungan dari berbagai pihak yang prihatin dan berempati terhadap diri saya. Ada banyak warga di luar sana, teman-teman, sahabat, karib, serta keluarga, secara Ikhlas bahu-membahu mensupport dan memilih saya,” ujarnya.
Dituturkan, dukungan berasal dari wilayah Desa Adat Gianyar hingga sampai di pelosok-pelosok desa, terutama di Kecamatan Gianyar. “Mereka banyak teringat saya, mungkin karena teman seperjuangan sejak kecil, atau ada yang langsung atau tak langsung sempat saya bantu karena saya sempat menjabat camat, kepala dinas, hingga sekda, bahkan Wakil Ketua DPRD Gianyar kini,” tuturnya lagi.
Diakui, dampak atas tekanan politik paling keras terjadi saat hari coblosan Pileg 2019 sejumlah suara untuk di sejumlah TPS lenyap. “Waktu itu saya tak kuasa membongkar kecurangan itu, apalagi melawan karena keterbatasan saksi formal di TPS. Toh, akhirnya saya lolos ke DPRD Gianyar. Ibarat hukum “pegas”, semakin kuat tekanan, semakin kuat dukungan dari bawah,” tuturnya lagi.
Berangkat dari kondisi Pileg 2019 lalu, kini Gus Gaga harus berjuang hingga kembali menjamah kursi DPRD dan pintu itu tetap terbuka lebar. “Saya tidak ingin menyinggung siapa-siapa, Caleg yang selama ini sangat mengandalkan bansos atau mendompleng wibawa ‘pemilik’ bansos. Tapi, saya tak memungkiri, saat ini eranya “Politik Bansos” sehingga wajah Pemilu kini tampak makin pragmatis,” jelasnya.
Sebagai caleg dari partai non penguasa, dirasakan politik pragmatis seperti itu sebagai tantangan berat. Tetapi, seberat apa pun tantangan itu, Gus Gaga meyakini bahwa selalu saja ada peluang sepanjang mampu memanfaatkannya. “Setidaknya, saya bersama para relawan sedang berjibaku menembus ketatnya barikade kebulatan tekad di kalangan politisi dari barisan kekuasaan. Padahal ‘kebulatan tekad’, apalagi di balai banjar dan pura pura itu, sesungguhnya tiruan dari gaya politik orde baru yang sangat ditentang kaum reformis tahun 1998-1999. Sayangnya, siasat merebut simpati politik model lama itu malah kembali disuburkan oleh para pengusung reformasi. Fenomena yang dulunya ditentang, kini malah masif digunakan,” kritiknya.
Gus Gaga juga mengalami penolakan dari sekelompok masyarakat (Dadia) atas Hibah/Bansos yang ditawarkan. Bahkan penolakan oknum Kepala Desa untuk menandatangani Proposal Hibah yang difasilitasi, adalah bagian dari cerita sulitnya menembus barikade kebulatan tekad itu. “Ini fakta, bukan fiksi,” bebernya lagi. Banyak cara yang mesti dilakukan untuk memuluskan perjuangannya, di tengah keterbatasan modal, terutama finansial.
Gus Gaga sendiri sempat menemui Bupati Gianyar Made Mahayastra sebelum mengakhiri masa jabatan sebagai Bupati Gianyar. “Saat itu, Bupati menerima diri saya penuh hangat, hingga menyetujui sejumlah proposal /bansos masyarakat yang saya fasilitasi. Tak hanya dengan kata-kata, Pak Bupati secara tertulis meng- ACC pada sejumlah proposal itu,” tuturnya. Ditambahkan, lewat rapat kerja DPRD Gianyar belum lama ini, PJ Bupati Gianyar, Bapak Dewa Tagel Wirasa bersama SKPD terkait, berjanji mencairkan seluruh hibah bansos yang difasilitasi. “Tapi entah kenapa hingga memasuki pertengahan Desember ini, belum juga cair, sementara saya tahu bahwa banyak proposal hibah bansos yang lain telah cair. Itu contoh lain, betapa berlapis-lapis tantangan yang mesti saya hadapi.
Tapi apa pun itu, dirinya harus terus berusaha dengan satu keyakinan, “Jika sejumlah pintu yang saya ketuk tertutup rapat, masih banyak pintu lain yang selalu terbuka untuk saya, salah satunya adalah pintu Tuhan,” tutupnya.(den)