Pemilu; Makian dan Hujatan Bagai Kesurupan. Life Must Go On

Facebook
Twitter
WhatsApp

SENTIL DALANG – kelirbali.com

oleh Denara – penulis jalanan. Saat ini pertarungan Pilpres sudah sampai menyerempet soal akhlak; moralitas. Hanya saja menurut penulis novel Pariyem, Linus Suryadi sampai saat ini tidak ada dari kita yang lulusan Fakultas Moral Jurusan Surga Neraka. Tidak ada.

Dalam Pilpres kali ini terpampang di depan kita adalah cacian. Makian yang bahkan menyerang hak pribadi seseorang. Bahkan menjadi mungkin ketika cucian menumpuk di rumah Capres-Cawapres menjadi bahan gunjingan. Gelas piring tidak tercuci pun menjadi bahan ledekan, cacian.

Menampak jelas kebajikan seseorang ketika bertutur kata, bagi orang berakhlak menceritakan aib seseorang saja akan menimbulkan perasaan tidak enak. Apalagi cacian, makian. Tergambar pula sampai dimana tingkat pendidikan karakter kader politik sebuah parpol. Parpol yang digadang-gadang membawa marwah Marhaenisme, gotong royong, petani nelayan sejahtera sampai pada kemandirian. Kok semakin jauh.

Karena seorang Cawapres kurang wawasan soal fosfor atau folat, maka pihak lawan menjadi kesurupan, habisi. Atau kita memang sudah banyak asupan, padahal tingkat literasi kita (Indonesia) adalah peringkat 70 dari 81 negara. Seolah sok pintar, lalu terbantahkan dengan rata-rata tingkat minat baca masyarakat Indonesia hanya 1 buku per tahun. Atau yang berlebih hanya mampu membaca 2 buku dalam tiga bulan. Namun jangan salah, rata-ratanya kita mampu pegang gadget 9 jam per hari.

Mari lihat sejenak pada Pemilu 2014 lalu. Jokowi naik ke panggung nasional sebagai Capres. Lalu partai ini mulai memperlihatkan watak aslinya. Terasa bahwa berpartai hanya mengurusi kekuasaan dan perut. Makna gotong royong kehilangan rohnya, menyejahterakan masyarakat terlupakan. Muncul pertanyaan, sewaktu berkuasa beberapa aset penting milik bangsa terjual. Sehingga sebagai partai penguasa, tidak jelas apa kerjanya buat negara. Lalu mengaku berkeringat. Yang bahkan miris, menyebut Jaman Orde Baru (Orba).

Tentu generasi milenial atau Gen-Z yang tidak merasakan seperti apa Soeharto berkuasa, tidak segera paham. Tahunya mereka hanya Orba diganti oleh Orre. Bahkan sekali pun pendiri Golkar adalah Soeharto sendiri, tidak ada satu pun wajah Soeharto terpampang di baliho. Soeharto ada masanya, selesai. Nah, lalu nama Soekarno dibawa-bawa. Bahkan kalimat-kalimat dalam buku Di bawah Bendera Rovoluisi juga disisipkan.

Yang agak miris, kalau saat ini dibilang Jaman Orba, bukankah sebanyak 54% kepala daerah di Indonesia adalah kader PDIP. Lalu apa salahnya kalau Jokowi keluar dari PDIP. Apalagi kalau hanya petugas partai dan Jokowi menganggap tugasnya sudah selesai. Wajar saja Jokowi keluar, karena berdiri untuk negara bukan untuk partai.

Siapa yang tidak punya aib di masa lalu? Antara SBY dengan Prabowo, keduanya sama-sama menyimpan aib karena sama-sama satu pendidikan militer. Namun untuk bangsa, urusan pribadi ditanggalkan. Juga Prabowo dengan Golkar yang sebelumnya Prabowo duduk di kursi VIP di Golkar lalu mendirikan partai. Toh sekarang Cawapresnya berasal dari naungan Beringin. pun dengan terang menyebut bahwa dirinya adalah kader Golkar yang berkhianat. Sebuah pengakuan yang jujur.

Yang satu ini agak beda memang. Seolah kebenaran ada di tangannya. Bahkan mengancam awak media untuk tidak membully dirinya. Toh belum pernah terlihat duduk bersama dengan Retno Marsudi, Sri Mulyani adu ide, gagasan dalam debat terbuka. Pun ketika Kepak Sayap Kebhinnekaan dikibarkan, gagal. Padahal, saat itu digadang-gadang agar jangan berpasangan dengan tukang bakso. Nah, terbukti dijodohkan pun tidak.

Jokowi sendiri tentu sadar dan sudah berhitung menghadapi risiko dibully. Tidak peduli kehormatannya hilang, nama keluarganya cemar. Jokowi terus melaju. Di belakangnya ada SBY, Wiranto, Yusril yang juga pakar hukum dan sederet pemikir bangsa yang pernah berjaya sebelumnya. Pilihannya jelas pada Prabowo, andai gagal sudah pernah mencoba yang terbaik.

Risiko politik dinasti juga tampaknya sudah diperhitungkan. Negara demokrasi yang menentukan pemilih dan bila dilihat lagi di google, banyak pula penguasa dari PDIP yang diturunkan ke anaknya atau keluarganya.

Maka, Gen-Z dengan mudah pula menilai karakter satu partai ini. Isinya main maki, hujat tidak mau adu gagasan yang sesungguhnya. Salah lawan terus dicari-cari digoreng sampai gosong. Nah, Prabowo-Gibran termasuk Kaesang jauh-jauh hari sudah memproklamirkan; Politik Santuy, Politik Riang Gembira. Prabowo yang katanya temperamen, juga mulai berjoget gemoy. Ketawain saja!

(foto diambil dari Jawapos)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Balasan Terbaik ASTAGUNA Membungkam Gerindra “Menangkan Pilkada”

Gerak alam pun menunjukkan pembelaannya. Di tengah keputusasaan setelah diabaikan Gerindra, tiba-tiba…

BRI Peduli – Serahkan Satu Unit Dump Truk ke Pemkot Denpasar

Yoggi Pramudianto Sukendro mengatakan, bantuan dump truck ini sendiri merupakan wujud dan…

BRI Peduli–Serahkan Bantuan Satu Unit Dump Truck ke Pemkot Denpasar  

Bank BRI Kanwil Denpasar melalui program BRI Peduli menyerahkan bantuan satu unit…

Tim Pemenangan Prabowo-Gibran Backup Penuh Paket KATA

“Keluarga besar Pelita Prabu telah menunjukkan dukungan yang luar biasa. Kami harus…

Keberanian dan Kesunyiannya Masing-masing

Jika keberanian hanyalah soal otot (fortitude) maka preman pasar loak pun dapat…