Oleh Denara, pekerja kata – kelirbali.com Tiada hari tanpa wacana politik dan seakan politik sebagai panglima. Kegiatan politik baik kecil sampai yang besar terselubung politik. Semua demi menjaga marwah demokrasi. Begitu anggota Bupati/walikota-gubernur-presiden termasuk DPR dilantik, maka pikiran dan tubuhnya berkutat kepada motivasi; “Lima tahun lagi saya akan berada di tempat ini. Berdiri dengan kemenangan.” Maka seluruh tindakannya mengacu atas dasar politik dan terus memeliharanya.
Tahun 2023, seluruh warga Negara bersiap memasuki tahun politik, yang sebelumnya adalah tiada hari tanpa aktifitas politik. Para Caleg yang saat ini sudah masuk daftar calon sementara DCS) bersiap menunggu titik awal perjuangan berkampanye mulai dari penetapan daftar calon tetap (DCT). Kendati bagi para Caleg (yang sedang duduk) sudah berkampanye mencuri start secara halus lewat Bansos/Hibah. Begitu juga dengan bakal calon bupati/walikota, gubernur dan Capres. Sejak pelantikan periode sebelumnya, maka bakal calon sudah antri; giliran saya.
Bagi yang sedang duduk atas nama wakil rakyat, di berbagai kesempatan dipastikan menyusupkan pesan bagaimana agar karir politiknya berlanjut. Tindakan paling sederhana seperti mengacungkan dua jari. Sekali pun tindakan ini tidak dimaknai selubung politik (apologi), salam dua jari (victory) di sebut hal lain, namun esensi dasarnya adalah menuju periode ke dua. Alibi apapun ditampilkan, esensinya tetap; guna karir politik berlanjut. Selain acungan dua jari, yang paling menampak adalah atribut yang menempel pada diri eksekutif dan legislatif dan pendukung; warna pakaian. Politik identitas yang sangat kenara. Kritik pedas dari Nasrudin di jaman-jaman awal masehi menyebutkan bila ingin melihat semuanya dengan warna hitam, pakailah kacamata hitam. Namun tidak. Simbol kesetiaan politik (dukungan) maka pendukung dianggap secara sukarela mengenakan pakaian dengan warna tertentu. Memunculkan yang namanya politik identitas yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Sisi lain bagi masyarakat awam politik belum memahami politik identitas; religius, sosialis, kapitalis, nasionalis kiri atau kanan.
Menjaga marwah demokrasi, selesai perhitungan suara dan pengesahan terpilih maka tugas selanjutnya adalah memastikan jumlah pemilih berikutnya valid; bersiap menuju tahun politik berikutnya. Selanjutnya, seluruh institusi dilibatkan, guna menghasilkan puncak demokrasi. Baik penyelenggara, pemerintah dan masyarakat semuanya dilibatkan. Tidak ada yang tidak terlibat, guna menjaga marwah demokrasi berjalan dengan baik. Semua diajak berkompetisi guna meraih kekuasaan politik, dalam segala upaya dari ajakan, bujukan sampai pada-kekerasan. Setiap komoniti sosial pun diajak masuk ke ranah politik. Yang bahkan kelompok sosial religi terjebak dalam politisme praktis. Kritisme kemudian muncul, berdemokrasi itu adalah berkuasa atas nama rakyat, atas pilihan rakyat. Tidak kalah pentingnya, anggaran dana politik guna menjalankan amanat demokrasi juga sangat besar. Dari saat pembuatan aturan, pelaksanaan dan pelantikan membutuhkan dana yang besar. Penyelenggara, seluruh institusi, para Caleg dan calon penguasa akan mengeluarkan dananya guna kekuasaan (berkuasa). Jalan berdemokrasi ditetapkan melalui prosedural politik guna mendapatkan legitimasi. Selain penyelenggara, pemerintah, pihak keamanan dan wasit termasuk institusi hukum bagi pelanggar jalannya demokrasi, semua warga negara yang mengantongi KTP wajib ikut dalam perhelatan demokrasi.
Nah, demokrasi yang paling dalam dimaknai; setiap warga Negara dalam demokrasi adalah otonom, bebas dan sukarela. Dalam pelaksanaan demokrasi (pasca pelantikan) rakyat menghendaki bagaimana politisi menjalankan amanatnya janji dalam programnya; infrastruktur, tenaga kerja, kebijakan pendidikan, anggaran militer, ekonomi nasional, pertanian, kelautan. Rakyat di dalam demokrasi menuntut hal yang sederhana: distribusi kesejahteraan sosial yang merata. Rakyat hanya akan berteriak bia distribusi kesejahteraan tidak berjalan dengan adil, mulai dari pendidikan, kesehatan, lapangan kerja sampai ke infrastruktur.
Prakteknya tetap seperti lagu ABBA; Pemenang akan mengambil segalanya, yang kalah duduk di pinggir dan menunggu sisa-sisa bagian.den