SENTIL DALANG – kelirbali.com
Oleh Denara – redaksi. Pada sebuah tanjung yang dikenal dengan nama Tanjung Sendok di Bukit Sidu, Desa Bunga Mekar, kini berdiri sebuah patung dengan anyaman bambu. Sebelumnya, pada lahan sekitar 50 are ini hanyalah hamparan rumput kering di musim kemarau dan menyemak di musim hujan. Tanjung ini sebelumnya tanpa kehidupan dan hanya pelengkap ketika memandangi bibir pantai dari destinasi wisata Broken Beach.
Wisatawan asing mengabadikan The Octopus Queen dari Broken Beach
Bila lekat mengalihkan pandangan ke arah selatan dari Broken Beach/Pasih Uwug, karya instalasi dari seniman perupa I Ketut Putrayasa, telah menampakkan wujudnya. Mata wisatawan terhenyak kagum melihat patung anyaman bambu ini. Berwujud perempuan cantik dan tampak dengan rambut gimbal. Tidak kurang sebanyak 3.000 wisatawan setiap harinya mengunjungi Broken Beach juga mengabadikan patung anyaman bambu tersebut dengan kamera ponsel.
Lebih dekat dengan seniman Ketut Putrayasa menyebut patung yang kini berdiri anggun di Tanjung Sendok adalah “The Octopus Quen” atau Ratu Gurita. Dituturkan, pendirian patung tersebut atas permintaan dari pemilik lahan yang ingin menjadikan lahannya sebagai destinasi wisata baru, sebagai penyanding destinasi wisata yang sudah ada, broken beach. Putrayasa sendiri diberikan kebebasan untuk mengekplorasi karya instalasi yang akan dipajang. Tanpa berpikir panjang, Putrayaasa menyanggupi dan ide yang muncul di kepalanya adalah karya instalasi patung bambu The Octopus Queen. “Sejak Agustus 2024 kami beserta pekerja memobilisasi peralatan dan bahan. Ternyata pengerjaan patung ini sangat berat dan menantang,” jelas Putrayasa.
Persoalan pertama pada proyek patung anyaman bambu ini adalah memobilisasi peralatan dan bahan pada infrastruktur yang serba minim dari Bali ke Nusa Penida. Berhadapan dengan ongkos angkut dan selanjutnya memobilisasi peralatan dan bahan ke lokasi tidaklah perkara yang mudah. Puluhan ton besi sampai ke lokasi, semen, pasir dan ribuan batang bambu. Mobilisasi bahan dan alat ini membutuhkan biaya ekstra dari Bali ke pelabuhan di Nusa Penida dan dari pelabuhan ke lokasi. “Tantangan terbesarnya adalah para pekerja mesti berani, memiliki nyali berdiri di tebing yang curam setinggi 60 meter dan patung dengan tinggi lebih dari 25 meter,” jelas Putrayasa. Bahkan di awal Tahun 2025 lalu, gudang bahan dan pondok tempat pekerja tersapu angin kencang. Beruntung tidak ada korban jiwa dan Putrayasa selalu menyemangati pekerja bahwa karyanya menjadi ikon baru di Nusa Penida.
Seniman perupa Ketut Putrayasa mengabadikan sendiri hasil karya ikoniknya
Tekad bulat dan semangat berkarya menjadikan Putrayasa tidak patah semangat. Kendati disela-sela pengerjaan Instalasi juga membuat karya lain di Singapura, Turki dan Jimbaran, setiap saat karya instalasi di Nusa Penida dalam pantauan. Awal September 2025 pengerjaan patung bambu tersebut hampir rampung, tinggal memberi polesan untuk menyempurnakan wajah Ratu Gurita. “Patungnya sudah hampir rampung, kini tinggal penataan lahan, menata taman dan sarana pendukung, terpentingnya adalah safety bagi pengunjung, mengingat patung berada di sekeliling tebing yang curam,” ujarnya. Disebutkan dari jarak sekitar 100 meter akan berdiri restoran dengan view patung Gurita.
Ragu akan karyanya menjadi ikonik, Putrayasa sendiri sengaja berkeliling dan berbaur dengan wisatawan yang melihat hasil karyanya dari Broken Beach. Keraguannya terjawab dan mendengar langsung dari antusiasme wisatawan dan guide yang mengantar tamu. Rerata wisatawan menanyakan kapan patung bambu The Octopus Queen grand opening atau dibuka untuk umum. Setidaknya 3.000 mata wisatawan yang mampir ke Broken Beach bertanya hal yang sama dan menerka ”Patung apakah itu?” Cantik sekali. Putrayasa pun tidak mau manyun atau gede rasa. Namun dari antusiasme tersebut, Putrayasa memastikan Broken Beach memiliki saudara sebagai destinasi kunjungan wisatawan.
Sebuah Kritisme Telanjang Tanpa Balutan
Dalam perbincangan dengan seniman Ketut Putrayasa, The Octopus Queen atau Ratu Gurita adalah simbol kekuatan, kecerdasan dan penguasaan. Lalu, apakah dengan menampilkan patung Ratu Gurita hendak memberi kritik kepada pemerintah atau kepada wilayah kepulauan Nusa Penida yang tidak maju-maju dalam infrastruktur? Dengan enteng Putrayasa menjawab, “Ini adalah kritik kepada kita semua, gurita atau menggurita dimaknai sebagai konotasi negatif. Dalam hal ini simbol gurita sebagai penguasaan selalu ada dalam setiap kehidupan manusia. Apa-apa ingin dikuasai, yang bahkan saya membaca bahwa ular hanya beracun di kepala, namun racun ada pada seluruh tubuh manusia,” ujarnya. Di sisi lain, Gurita juga adalah simbol kekuatan dan kecerdasan, yang mana kekuatan dimaknai sebagai kekuatan untuk bangkit dan hanya dengan lah penduduk Nusa Penida bisa bangkit dan jauh lebih maju dari saat ini.
Sekali pun kritiknya bersifat universal, Putrayasa juga sesekali mengungkap di setiap saat dirinya berkeliling di sekitar proyek atau berbaur dengan warga. Didapati bahwa Kepulauan Nusa Penida juga berhak maju menikmati pembangunan infrastruktur yang sama seperti saudaranya di Bali. Persoalan purba yang dihadapi warga Nusa Penida adalah akses Jalan, Air, Listrik (JALI). “Terpenting bagi saya adalah angkutan penyeberangan, terutama angkutan barang. Sampai saat ini persoalan angkutan barang dari Bali ke Nusa Penida tidak terpecahkan. Saya melihat angkutan barang seperti jaman Majapahit, hanya menambah mesin pada kapal saja, semuanya masih purba, terbelakang di tengah sebutan Bali sebagai destinasi internasional,” kritiknya.
Hal yang paling tidak masuk akal bagi Putrayasa adalah, warga Nusa Penida menikmati sebagian besar harga kebutuhan lebih mahal darinya di Bali. “Semua serba mahal disini, kecuali ke ATM harganya sama. Namun masyarakat Nusa Penida tidak mendapat kompensasi dari kemahalan ini, terutama pajak,” bebernya.
Nah, Patung Bambu The Octopus Queen selain sebagai sebuah kritik telanjang tanpa balutan, apa adanya dan gurita-gurita tersebut telah mencengkeram setiap jengkal tanah di Nusa Penida. Hadirnya pula sebagai ikon baru bagi Pariwisata di Nusa Penida, yang mungkin nantinya setara dengan Patung GWK atau patung ikonik lain di daerah lain.
Destinasi wisata di Nusa Penida didominasi dengan puluhan pemandangan laut yang memukau, indah namun dari tangan seniman juga bisa menghadirkan sebuah karya seni instalasi di tengah kebekuan pilihan terhadap destinasi wisata. Putrayasa juga meyakini, setelah mampir di Broken Beach, wisatawan pasti tergerak melihat dari dekat Octopus Queen dan membawa kembali kenangan indah setelah berkunjung. Keberhasilan membangun patung Octopus Quenn juga menasbihkan dirinya sebagai seniman sejati, berani berkarya yang di luar dugaan di luar zona nyaman seniman yang minim fasilitas pendukung. Tentu, berkarya dengan kegilaan sama sekali belum terpikirkan oleh seniman lainnya. Dan, harapan terakhirnya tentu saja mendapat dukungan penuh dari pemangku kebijakan agar segala sesuatunya mulai dibenahi.den

