SENTIL DALANG – kelirbali.com
oleh Demy, pemerhati politik lokal. Sebelumnya sudah pernah disuguhkan bahwa Pertarungan Pilgub Bali 2008 adalah Pilgub yang paling bermutu di Bali.
Kala itu yang bertarung adalah putra-putra terbaik Bali. Pertama Prof. Dr. Gede Winasa yang mantan Bupati Jembrana dengan segudang prestasi. Nama kedua adalah Made Mangku Pastika mantan Kapolda Bali yang berhasil menyeret terdakwa Bom Bali. Nama ketiga adalah Cok Budi Suryawan (alm) dari Golkar,mantan Bupati Gianyar yang dikenal dengan bapak pembangunan Gianyar.
Pada Pilgub 2024 nanti, publik Bali tidak akan disuguhkan pertarungan Pilgub yang bermutu. Nama-nama yang akan bertarung belum bermunculan, kecuali mantan Gubernur Bali, I Wayan Kostes yang menyatakan dua periode. Hanya saja, Koster harus mendapatkan rekomendasi dari induk partainya.
Yang dibahas kali ini adalah siapa yang bertarung dari Partai Golkar dalam Pilgub 2024 mendatang.
Golkar Bali sesungguhnya memiliki banyak kader yang matang dalam perpolitikan, hanya saja dalam perjalanan waktu, selain tidak pede tampil, Golkar Bali mengikuti arus di DPP Pusat Golkar.Tidak menjadi penguasa, tidak menjadi oposisi namun berada di lingkaran kekuasaan.
Kondisi tersebut pasca reformasi berada di lingkaran istana dan akhirnya menular sampai ke provinsi dan kabupaten. Emohnya mencalonkan diri dan cenderung menjual rekomendasi dengan murahan, sehingga di setiap hajatan Pilgub, Golkar hanya sebagai pelengkap penderita.
Hal ini juga terjadi di tingkat DPD II Golkar, yang lebih memilih menjual rekomendasi ketimbang mencalonkan kadernya sendiri. Hal ini terbukti nyata di Bali dalam beberapa hajatan Pilkada. Pembusukan?
Pada akhirnya, tahu rekomendasi bakal dijual murahan, kader-kader Partai Golkar enggan maju, apalagi kader yang tidak memiliki akses di ring satu Golkar, cenderung saling serobot untuk selembat kertas rekomendasi. Kondisi ini juga menjadi ejekan dari partai lain, bahwa selain sebagai pelengkap penderita dalam Pilkada atau Pilgub, para kader lebih memilih jalan aman menjadi anggota DPRD. Punya kader tapi tidak berani bertarung.
Dari data yang ada, sebanyak 38 Gubernur di Indonesia yang menjadi gubernur hanya 9 kader atau sekitar 23%. Jumlah ini tergolong kecil, selain sebagai partai yang berpengalaman juga partai yang memiliki basis masa yang tersembunyi. Sedangkan untuk Bupati/Walikota jumlahnya hanya 91 atau 21% kader, itupun belum dipotong oleh Penjabat Bupati/Walikota. Dimana jumlah kabupaten/kota di Indonesia sebanyak 514.
Budaya tidak berkuasa namun berada di kekuasaan yang selama ini terbangun untuk membangkitkannya akan butuh energi. Terbukti Ketum Golkar Airlangga Hartarto tidak fight berjuang menjadikan dirinya sebagai calon presiden. Hal ini pula sebagai pembuktian tidak mau memanaskan mesin partai politik sehingga dalam Pilgub dan Pilkada ada daya ukur kekuatan partai sesungguhnya.
Dalam Pilgub 2018 lalu, Rai Mantra berpaket dengan Sudikerta.Yang akhirnya harus kalah oleh Koster-Cok Ace. Kekalahan ini berimbas pada Pilkada selanjutnya, sehingga tidak greget mencalonkan kadernya. Terbukti di Pilkada Klungkung, Gianyar, Karangasem dan Negara terlihat perjuangan Golkar kurang gigih.
kelirbali.com berusaha mencari informasi internal dan beberapa sumber lain. Nama pertama yang mencuat sebagai Bakal Calon Gubernur dari Partai Golkar adalah I Wayan Geredeg. Tidak berlebihan memang kalau nama ini muncul, mengingat perjuangannya dalam merebut kursi DPD sangat all out. Bahkan kelirbali.com sendiri mendengar Wayan Geredeg sendiri sudah turun lebih dari 1.500 titik untuk menggalang suara DPD dan tentunya menggandeng Calog yang maju di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten.
Sebagai mantan Bupati Karangasem dua periode, nama Geredeg juga dikenal dengan julukan Bapak Pembangunan Karangasem. Sehingga warga Karangasem merindukan kepemimpinannya, juga tidak begitu ketat dengan aturan birokrasi. Bahkan banyak kalangan menilai, untuk urusan otak sudah memadai, ongkos mencukupi dan otot yang tersebar di seluruh Bali. Akankah rekomendasi jatuh kepadanya? Tentu masih dibuktikan berapa suara yang bisa diraup saat Pemilu untuk kursi DPD.
Nama kedua adalah Anak Agung Gede Agung, dari Puri Mengwi yang mantan Bupati Badung. Dirinya kini masih menjabat sebagai anggota DPD. Namun di Pemilu 2024 tidak lagi merebut kursi DPD. Isu belakangan yang muncul adalah tidakmaju sebagai DPD karena dipersiapkan untuk maju sebagai Bacalon Gubernur dari Partai Golkar.
Sayangnya, informasi yang didapat kelirbali.com hasil survei internal Golkar kepada kader-kader Bacalon, nama AA Gede Agung didapat tidak pernah beranjak dari 6%. Bahkan cenderung turun ke 5%. Dibanding Wayan Geredeg yang hasil surveynya terus mengalami kenaikan dari 11% beranjak ke 17% dan pernah menyentuh di 23,5%.
Nama ketiga adalah I Nyoman Sugawa Kori yang kini maju sebagai Calon DPR RI. Namanya cukup populis baik di kalangan Golkar sendiri, karena menjabat sebagai Ketua DPD I Golkar Bali. Selain itu, sebagian masyarakat Bali juga mengenalnya sebagaio politisi asal Desa Banyuatis Buleleng. Sugawa Kori saat ini duduk sebagai Anggota DPRD Bali dengan jabatan Wakil Ketua DPRD Bali.
Hanya saja banyak kalangan menilai nafas fightingnya kurang, sehingga sangat jarang berembus sebagai oposisi yang bahkan memberi dukungan kepada Gubernur yang berasal dari PDIP.
Dari hasil survey di internal Golkar sendiri, Sugawa Kori tidak pernah beranjak diatas 5%. Bahkan hasil survey cenderung stagnan di 3%. Sehingga dengan rendahnya hasil survey ini, bila Sugawa Kori ingin maju sebagai Cagub Bali, maka perlu melakukan pembenahan baik di internal partai dan memoles diri di hadapan publik masyarakat Bali.
Nama keempat dari Golkar Bali adalah Gede Sumarjaya Linggih. Politisi asal Buleleng ini sudah beberapa kali duduk sebagai Anggota DPR RI. Sama seperti Sugawa Kori, langkah politisnya sangat lembam. Yang cenderung baru muncul jelang-jelang Pilpres atau Pilgub.
Di kalangan politisi senayan, namanya tidak begitu populis. Sekali pun pernah bercita-cita berada di lingkaran istana, namun halini urung di dapat. Apalagi belakangan ini namanya dikait-kaitkan dengan KPK, entah sebagai saksi atau apa.
Hasil survei internal, Sumarjaya Linggih sempat di angka 12%. Yang bahkan pernah angkanya beririsan dengan Geredeg. Hanya saja, Geredeg adalah pejuang yang tangguh, mengingat berlatar belakang pengusaha dan selalu turun untuk mendulang suara.
Namun belakangan ini suara Sumarhaya Linggih justru ambruk tidak melebihi 2%. Jauh pula di bawah Sugawa Kori. Untuk mendapat rekomendasi juga bakal kesulitan, mengingat di kalangan elit Golkar Pusat sudah ada signal bahwa Sumarjaya Linggih bukanlah fighter murni dan cenderung opurtunis.
Nama lain yang mungkin diambilGolkar adalah Ida Bagus Rai Darma Wijaya (Rai Mantra). Sekali pun namanya masuk dalam survey, perolehannya stagnan di angka 1%. Akan sangat berisiko juga menjadikan Cagub. Pun Rai Mantra juga harus lolos ujian merebut suara DPD untuk dirinya.
Tentu ada nama lain yang dipersiapkan bertarung. Namun yang memiliki nafas Golkar murni belum banyak. Pun saat Pemilu 2024 ini Golkar inngin bangkit, reborn. Hasil survey di Bali juga stagnan, pernah di angka tertinggi 23% namun menurun ke angka 21%. Yang artinya, 11 kursi DPRD Bali dari 55 Kursi. Padahal ditarget 33% kursi dikuasai.
Mau bangkit? Belum terlambat!
Tinggalkan adagium “Tidak berkuasa namun ada di lingkaran kekuasan,” itu. Reborn.
(foto diambil dari Nusabali.com)