NEWS – kelirbali.com
Ada yang luput dari perhatian masyarakat, lembaga legislatif dan eksekutif. Salah satu moda angkutan dari Nusa Penida ke Bali daratan adalah dengan Kapal Roro. Kapal Roro Nusa Jaya Abadi tepatnya. Sejak awal dibeli, kapal angkutan ini menjadi satu-satunya kapal besar yang melayani penyebrangan barang dan orang ke Nusa Penida.
Yang luput dari perhatian adalah, pengelolaan Kapal Roro ini belakangan semakin mengundang tanda tanya, tanda tanya besar. Sebab, sudah 17 tahun beroperasi nyatanya kapal plat merah ini belum pernah memberikan kontribusi apa pun kepada pemerintah daerah. Justru setiap tahun selalu disubsidi, disusui dengan baik hati oleh pemerintah daerah, terutama saat docking yang memakan miliaran rupiah. Ibarat anak, yang sampai 17 tahun terus disusui, tanpa pernah beranjak dewasa dalam artian mandiri.
Tokoh masyarakat Klungkung yang peduli dengan Nusa Penida, Dharma Yasa alias Coco Ming, mengaku heran, setiap tahun biaya docking masih dibiayai oleh pemerintah daerah. Bahkan, tahun ini biaya docking mencapai Rp 2,1 miliar.
Sementara sebagai kapal milik Pemkab Klungkung, sejak Kapal Roro ini beroperasi tahun 2006, hingga sekarang belum pernah memberikan kontribusi PAD (Pendapatan Asli Daerah). “Sudah 17 tahun Kapal Roro ini beroperasi, tidak pernah memberikan keuntungan kepada pemerintah daerah. Kenapa pemerintah daerah tidak pernah melakukan evaluasi?”kata Dharma Yasa. Sedangkan biaya docking yang mencapai Rp 2,1 miliar itu, mesti dicarikan pembanding, “Apa benar sebesar itu?” tanyanya lagi.
Menurut dia, ini sangat tidak masuk akal, jika melihat pertumbuhan ekonomi di Nusa Penida, dan tren meningkatnya aktivitas barang dan orang ke Nusa Penida, seolah kapal Roro sepi muatan. Karena jika transportasi laut sejenis Kapal Roro, jika operatornya mampu mengelolanya dengan benar, maka tiga tahun saja seharusnya sudah mampu break even point ( BEP). BEP disebut juga dengan titik impas antara modal yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diterima, ketika semua biaya yang dikeluarkan untuk operasi produksi, bisa ditutupi oleh pendapatan dari penjualan produk.
Yang paling luput dari perhatian adalah berapa sesungguhnya usaha Kapal Roro ini menghasilkan pendapatan, juga tidak pernah dibuka kepada publik. Tidak pernah sama sekali, bahkan uang dari APBD yang aslinya uang rakyat seakan dirampok begitu saja.
Sehingga mengapa selama ini tidak bisa kontribusi pada PAD, juga jarang diketahui publik. Karena selama ini tidak pernah ada evaluasi dari pemerintah daerah. Sesungguhnya seperti apa kondisi pengelolaan Kapal Roro tersebut saat ini. Bahkan, sampai Kapal Roro beroperasi dua trip pun, pengelolaan Kapal Roro ini belum bisa memberikan keuntungan.
Pertanyaan mendasar lagi adalah apa yang sebenarnya terjadi pada pengelolaan oleh Operator Kapal Roro? Kemudian bagaimana UPTD pada Dinas Perhubungan Kabupaten Klungkung dalam mengatasi itu, ini perlu ditindaklanjuti lebih lanjut. Maka, dia mendesak agar pemerintah daerah bisa melakukan audit pada pengelolaan Kapal Roro ini, sehingga dapat diketahui dengan jelas, apa dinamika yang terjadi sesungguhnya.
Jika masalah transportasi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, maka hal ini akan terus menjadi penghambat kemajuan pembangunan di Nusa Penida. Dimana kebutuhan distribusi barang dan orang yang semakin meningkat di Nusa Penida, tidak mampu terlayani dengan baik. Ditambah lagi, bagaimana hasil audit pihak ketiga, dalam hal ini operator kapal atau bagaimana kontrak kerjasama antara Pemkab dalam hal ini Dishub dengan operator. Sehingga semuanya jelas, gamblang.
Pemerintah daerah dinilai gagal mengelola Kapal Roro. Sebagai kapal milik pemerintah, harusnya kapal ini bisa mendatangkan keuntungan, bukan disubsidi setiap tahun karena merugi. Kapal Roro sudah kehilangan kepercayaan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sejak dibeli dari tahun 2006, fakta Kapal Roro selalu disubsidi setiap tahun sangat menyedihkan. Seharusnya, Kapal Roro jika dikelola dengan benar dan profesional, sudah bisa menguntungkan bagi pemerintah daerah. Minimal, biaya operasionalnya tidak lagi disubsidi oleh pemerintah daerah. “Kalau Kapal Roro merugi terus, kemudian nasib Kapal Roro ini kian terpuruk, tanggung jawab Dishub dimana?” tegasnya.
Sekilas Tentang Kapal Roro Nusa Jaya Abadi
Dibeli tahun 2006 seharga Rp 18 miliar
Diresmikan penggunaannya pada 28 April 2007 oleh Presiden SBY
Panjang 39,50 meter
Lebar 11,60 meter
Tinggi 3 meter
Kecepatan 12 Knot
Jumlah ABK 14 orang
Kapasitas 6 truk, 8 mobil biasa dan 210 penumpang
Mesin Induk 2 x 80 HP
Bobot Kapal 629 GT
Melayani Penyebrangan 11 mil dari Padangbai menuju Nusa Penida(den)