RUMPI WAYANG – kelirbali.com
oleh Denara-penulis jalanan. Bagaimana eks Galian C Klungkung pasca meletusnya Gunung Agung 1963 sampai saat ini, kelirbali.com berusaha menuliskan secara ringkas pada lahan yang selalu dirundung masalah tersebut. Dari pengerukan pasir, proyek-proyek yang gagal dan mimpi PKB. Tulisan akan dirangkum dalam tiga seri.
Andaikan Gunung Agung tidak meletus pada 17 Maret 1963 silam, maka di selatan Desa Tangkas, timur Desa Jumpai dan Barat Desa Gunaksa saat ini kita akan melihat hamparan sawah. Dimana saat itu, disebutkan lebar Sungai Unda lebih dari 60 meter atau setara lebar Jembatan Tukad Unda di Banjar Lebah, Klungkung.
Letusan Gunung Agung baru selesai di Tahun 1964, yang pasir dan bebatuan hanyut sampai muara sungai. Warga pesisir Gunaksa, Jumpai sampai pada Tegal Besar mendapatkan berkah tanah gratis. Dimana bibir pantai diperpanjang sampai 200 meter dan dijadikan sawah oleh warga setempat. Walau kini alam menyeimbangkan diri dengan sebutan abrasi.
Pasca letusan Gunung Agung, Sungai Unda tetap pada jalurnya dan mencari jalan semula untuk menuju muara. Sungai Unda telah selain menghanyutkan dedaunan dan saat musim hujan menghanyutkan ranting dan kayu, pasca letusan juga menghanyutkan pasir bebatuan bahkan dikirim sampai ke muara.
Dari cerita tetua, Sungai Unda pasca letusan, sepanjang mata memandang adalah hamparan padang pasir. Bahkan dari jembatan Tukad Unda (Banjar Lebah-Banjar Satria) bisa melihat laut lepas dan memandang Pulau Nusa Penida dengan lapang. Yang bahkan kala itu, Sungai Unda sesungguhnya antara Desa Jumpai dengan Desa Gunaksa tidak cekung seperti saat ini, namun datar kecuali pada bagian Sungai.
Diperkirakan lahan tersebut sudah dikeruk sedalam 20 meter. Pada 6 meter pertama adalah pasir asli bekas letusan Gunung Agung sedangkan di bawahnya adalah bebatuan yang dipaksa menjadi pasir. Sebagai pembanding, bila melihat ke sisi Utara dari Jembatan Tukad Unda By Pass IB Mantra, terlihat onggokan lahan, yang sesungguhnya adalah Kuburan Desa Tangkas. Sedalam itulah lahan alur sungai Tukad Unda dikeruk. Yang bahkan untuk mengurugnya membutuhkan satu bukit.
Bali secara umum mulai bangkit. Bandara Ngurah Rai dibangun. By Pass Ngurah rai dibangun. Akomodasi pariwisata dibangun. Pembangunan ini membutuhkan pasir, kerikil dan batu. Maka Galian C dibuka untuk ditambang. Maka mulai saat itulah pasir-pasir Tukad Unda diangkut ke Gianyar, Denpasar bahkan Tabanan.
Skala penambangan pun makin meluas, yang semula di seputaran Jembatan Tukad Unda (Banjar Lebah) terus meluas ke Selatan sampai Desa Tangkas. Dan akhirnya penambangan dilakukan secara sporadis. Yang bahkan sedikitnya dalam puncak penambangan ada lebih dari seribu truk keluar masuk setiap harinya guna mengangkut meterial bangunan.
Pembangunan Bandara Ngurah Rai tuntas, By Pass Ngurah Rai juga sudah tuntas. Namun aktifitas galian C terus berlangsung. Sedikitnya 6 juta meter kubik pasir telah diangkut. Bahkan diduga, permukaan lahan Galian C lebih rendah dari bibir laut, yang sewaktu-waktu memicu tsunami besar.
Bupati berganti bupati juga tidak berhasil menutup aktifitas penambangan Galian C tersebut. Terakhir, di jaman Bupati Klungkung I Wayan Candra berhasil menutup seluruh aktifitas Galian C tersebut.
Namun setelah aktifitas penambangan ditutup, semak belukar tumbuh pada areal lebih dari 400 hektar.
Rumah kumuh atau bedeng bermunculan. Setidaknya 11 titik bedeng jualan lendir juga muncul. Kubangan-kubangan sedalam 10 meter beberapa menelan korban. Sekali pun masih ada yang secara sembunyi-sembunyi melakukan pencurian pasir. Ada aktifitas bikin masalah tidak ada aktifitas juga lahir masalah baru.
Di jaman Bupati Wayan Candra maka dibuatlah Dermaga Gunaksa (bersambung pada tulisan berikutnya),