Dibutuhkan Cara ‘Tangan Besi’ untuk Kesadaran Olah Sampah

Facebook
Twitter
WhatsApp

NEWS- kelirbali.com
Redaksi Kelir Bali Kemarau 2023 mencapai puncaknya di Bulan Oktober. Selain bencana kekeringan di beberapa wilayah seperti Karangasem, Buleleng, Nusa Penida, ancaman yang sudah di depan mata adalah terbakarnya TPA Suwung. Tidak menutup kemungkinan di TPA lain akan mengalami kebakaran. Mengingat gas metana di dalam tumpukan sampah yang lama berpotensi melonjak keluar, sedikit saja ada percikan api maka tersulut. Sekalipun disiram air, gas metana yang sudah kadung terbakar ini tidak akan padam.

TPA Suwung dengan luas 32,5 hektar di awal pendiriannya di Tahun 1980-an, sudah memikul beban yang sarat. Di awal-awal saja, tiap hari sampah yang masuk ke TPA tersebut sekitar 900 ton per hari. Yang selanjutnya, sampah dari Denpasar, Badung dan Gianyar tertumpuk di TPA Suwung. Dari penuturan pekerja di TPA Suwung, kendali alat berat tidak maksimal. Petugas dan pemulung yang ada tidak mampu mengolah sampah yang masuk karena saking banyaknya. Beberapa kali pula setelah Tahun 1990-an TPA Suwung pernah terbakar. Sampah seluas 30 hektar menjulang sampai 30 meter ini belum mampu terolah.

Berbagai upaya juga telah dilakukan pemerintah untuk meminimalkan pembuangan sampah ke TPA. Namun semuanya jalan di tempat. TPA Suwung dan TPA lain di Bali tetap saja overload sampah. Upaya pemilahan sampah di tingkat rumah tangga nampaknya hanya menjadi macan kertas. Di sisi lain pendirian TPS3R efektivitasnya tidak banyak. Hal ini karena sebagian dari TPS3R tidak bisa beroperasi secara maksimal karena keterbatasan biaya operasional. Yang bahkan ada kendaraan angkut sampah tidak bisa beroperasi, karena BBM tidak terbeli.
Kondisi TPS3R dan truk angkutan sampah yang sakit kemungkinan akan bertambah banyak. Mengingat operasional tersebut butuh dana yang kontinu termasuk jasa kepada pengolah sampah. Di sisi lain, pengolah sampah sudah dengan sadar berhadapan dengan penyakit setiap harinya, sampah beling kaca atau tusuk sate atau sampah logam dan kimia lain yang berbahaya. Bisa jadi, pemerintah masih malu-malu menggelontor lebih banyak dana APBD ke pengelolaan sampah. Yang bahkan, untuk TPS3R, sebuah desa mesti menyediakan lahan mandiri dan pemerintah hanya menyediakan bangunan sekaligus truk angkut sampah. Sehingga desa-desa yang belum maju dalam pengelolaan manajemen keuangan termasuk manajemen pengelolaan sampah, kelimpungan mengusahakan dana untuk mengelola sampah.

Terbakarnya TPA Suwung, menyebabkan masuknya sampah ditutup. TPA Temesi, Gianyar mendapat limpahan sedikitnya 50 truk sampah per hari. Selain TPA Temesi, TPA di tabanan juga mendapat limpahan sampah. Limpahan sampah ini berlaku sampai api di TPA Suwung padam. Di sisi lain, TPA Temesi sesungguhnya juga sudah overload. Dugaan lain, masyarakat akan kembali membuang sampahnya di jalanan, di kali atau di tempat yang menurutnya tersembunyi sebagai tempat buangan sampah. Sebagai contoh kecil saja, bila jalan-jalan masuk ke Gunung Abang dari pertigaan pertama, di tengah jalan sudah terdapat tempat buangan sampah. Kondisi ini bila tidak ditangani segera, maka akan menjadi bom waktu. Sampah kadung menumpuk dan rawan kebakaran pada wilayah Gunung Abang, Bangli. Mengantisipasi kebakaran di TPA Temesi, Satpol PP dan Damkar Gianyar melakukan pengawasan dengan pencegahan dini, dengan cara penyemprotan air pada tumpukan sampah.

Terlihat sepele, karena sampah selalu teronggok di tempat tersembunyi. Salah satu yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan tangan besi, “Sampah yang tidak terpilah tidak akan diangkut.” Sampah organik agar dikelola secara mandiri di tiap rumah tangga atau secara berkelompok di kawasan hunian, sehingga kewajiban pemerintah hanya mengelola sampah non organik. Langkah lain yang mungkin bisa dilakukan adalah menggelontor APBD dalam setahun dua tahun untuk mengolah sampah di TPA sampai tuntas. Sehingga kondisi TPA setidaknya bisa zero sampah dan memulai lagi dari awal. Berapa pun TPA di bangun, sedangkan sampah yang masuk tidak terpilah, maka akan mengulang cerita lama, tumpukan sampah menggunung. Di awal-awal masyarakat pasti mengeluh dengan cara-cara tangan besi, namun ke depannya akan berbuah manis, di mana masyarakat terbiasa mengolah sampahnya dengan mandiri, sehingga otomatis di TPA hanya ada sampah non organik dan sampah kimia lain. Sedangkan, sekali waktu pemerintah memberikan penghargaan yang pantas bagi pengelola sampah di TPA, termasuk pengadaan alat pengolah sampah yang baru, canggih dan modern.(den)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Kode Gurita di Pantai Berawa

pulau ini yang gampang diajak bekerjasama. Pengaruhnya juga seperti gurita, mencengkram para…

Pj Bupati Gianyar, Tagel WirasaTinjau Kesiapan TPS

mewanti-wanti agar para ASN yang ada di lingkungan Pemkab Gianyar bisa bersikap…

Garda Tipikor Laporkan Dugaan Korupsi Sejumlah Kabupaten di Bali

Provinsi Bali sedang darurat Korupsi, pasalnya dari 9 Kabupaten/Kota yang ada, setengahnya…

Menyintas Hidup Lewat Camus

kekacauan hidup adalah sumber dari laku hidup itu sendiri, ia senantiasa produktif…