KLUNGKUNG – kelirbali.com
Redaksi Kelir Bali. Meski para Paslon Bupati dan Wakil Bupati Klungkung sudah ditetapkan KPU, cerita dibalik “blunder” Partai Gerindra di Klungkung perihal membuang kader terbaiknya I Made Kasta, masih hangat dalam pembicaraan di ruang publik.
Sempat lempar handuk, atas putusan MK, Golkar dan Demokrat memberikan rekomendasi untuk maju dalam Pilkada.
Begitu besar dedikasi dan loyalitas Made Kasta selama bertahun-tahun membesar Gerindra di Klungkung, namun di saat benar-benar dibutuhkan dalam pencalonan kandidat bupati, Made Kasta justru dibuang Gerindra. Dinamika politik itu jelas memicu kemarahan para loyalis Made Kasta yang selama ini dikenal sangat militan.
Rasa tidak terima itu, tidak hanya terjadi pada para pendukungnya. Gerak alam pun menunjukkan pembelaannya. Di tengah keputusasaan setelah diabaikan Gerindra, tiba-tiba Putusan MK tentang syarat minimal dukungan partai politik berubah. Harapan terhadap Made Kasta untuk menjadi Klungkung Satu kembali menyala. Partai Golkar yang sedari awal terpikat dengan kepribadian, loyalitas dan dedikasi Made Kasta selama menjadi Wakil Bupati Klungkung dua periode dan Plt. Bupati Klungkung, memberinya karpet merah. Golkar bersama Demokrat mengusung Made Kasta dan Ketut Gunaksa (ASTAGUNA) tanpa mahar.
Alih-alih dianggap sebagai kuda hitam, kini ASTAGUNA justru adalah paslon yang sesungguhnya paling berpeluang menang. Alasannya sangat jelas. Made Kasta sejak awal sudah mendedikasikan separuh perjalanan hidupnya untuk melayani masyarakat. Bahkan dari level paling bawah. Dari seorang Kaur, plt. kepala desa, bendesa adat, anggota DPRD Klungkung hingga Wakil Bupati Klungkung dua periode dan Plt. Bupati Klungkung. Sebuah catatan perjalanan melayani masyarakat yang tidak sederhana, namun istimewa. Namanya sudah sangat mengakar hampir di semua pelosok desa. Setiap turun kemana pun, orang sudah tahu, bahwa figur itu adalah Made Kasta.
Selain karier birokrasinya yang lengkap, amanah sebagai seorang balian, juga tak kalah membuat namanya tenar. Selama puluhan tahun mengobati dan melayani masyarakat yang membutuhkan pertolongan, entah sudah berapa nyawa yang dia selamatkan. Sudah berapa kepala keluarga berhutang budi baik padanya. Semua itu dilakukan dengan penuh keikhlasan, tanpa mengharap imbalan apa pun. Ini sesuai dengan swadharma sebagai balian dalam kepercayaan masyarakat Hindu di Bali. Maka, tidak heran kemudian Made Kasta setiap perhelatan politik, dia selalu didukung penuh para relawan dan simpatisan yang militan. Bukan semata-mata memberi dukungan karena dia memberi uang, tetapi karena kepribadian dan integritasnya yang sudah nyata dimata masyarakat Klungkung.
Bahkan, selama menjabat sebagai Wakil Bupati Klungkung dua periode, Made Kasta dikenal sebagai sosok yang mengayomi. Maka, dalam perjalanannya menjabat, para ASN secara emosional sangat mengharapkannya menjadi Bupati Klungkung. Sebab, menjadi seorang kepala daerah, bukan semata-mata berbekal kecerdasan, tetapi bagaimana etika dan moralitas seorang pimpinan, mampu memberi contoh dan pengayoman. Sehingga para ASN yang sudah profesional pada masing-masing bidangnya, bisa bekerja dengan nyaman, tanpa adanya tekanan kepentingan di luar tupoksi nya. Itulah kenapa dia dikenal sebagai figur yang polos, mengakar dan berpengalaman. Bukan tokoh yang gemar pencitraan, gemar berjanji, membangun image cerdas tapi hasil kerja tidak jelas.
Perjalanan politik seorang Made Kasta dan Ketut Gunaksa ini akan selalu tercatat dalam sejarah sebagai paslon yang tidak bisa dibendung, jika sudah alam menghendakinya menjadi pemimpin di Bumi Serombotan. Sekuat-kuatnya partai membendungnya, gerak alam justru menyelamatkannya. Kini, berbekal dukungan masif dari masyarakat Klungkung, maka memenangkan Pilkada Klungkung 2024 akan menjadi balasan terbaik dari ASTAGUNA dalam membungkam Partai Gerindra yang telah membuangnya. Pemilih di Kabupaten Klungkung sangat melek politik. Itulah sebabnya, pemenang Pilkada Klungkung tidak bisa ditebak dari seberapa banyak dukungan partai. Tetapi, bagaimana partai itu memilih figur yang tepat. Salam PESAJA (Prema Santi Jagadhita). “Bersama ASTAGUNA, Klungkung Tangguh, Klungkung Sejahtera” (den)