Keberanian dan Kesunyiannya Masing-masing

Facebook
Twitter
WhatsApp
1-the-symposium-anselm-feuerbach~2
Keberanian memiliki titik akhir, kebijaksanaan, keutamaan

ESAI – kelirbali.com

Keberanian dan Kesunyian Masing-masing
Ulasan Terhadap Buku Lakhes Karya Platon
Terjemahan A. Setyo Wibowo – oleh Ngurah Teguh

Dalam karya Platon yang secara rapi diterjemahkan oleh A.Setyo Wibowo dengan judul Lakhes, diuraikan kepada pembaca pertama-tama sebuah pengantar yang cukup apik untuk membantu pembaca khususnya mereka yang belum terbiasa menyelami pemikiran filsafat dalam dialog-dialog sokratik. Dalam karya Platon yang termashyur misalnya Republik, keseluruhan isinya berisi percakapan-percakapan yang bertujuan untuk menemukan sebuah definisi yang universal tentang ide kebaikan. Tentu dalam Republik, percakapan dimulai dari sesuatu yang paling particular atau mendasar, mulai dari apakah itu kebaikan, hingga percakapan sampai pada manakah yang disebut sebagai system negara yang baik dan sebaliknya. Khas dengan skema dialog yang sama kita temukan pula di dalam Lakhes.

Tahap dialog pertama adalah pertemuan Lysimakhos dengan Lakhes dan Nikias. Baik Nikias maupun Lakhes adalah seorang mantan prajurit. Lysimakhos bertanya apakah yang memungkinkan generasi muda termotivasi untuk menjadi seorang pemberani seperti leluhur mereka. Lysimakhos terpancing untuk mengajarkan anak-anak mereka bela diri Hoplit. Lalu dialog tahap kedua dimulai dengan kedatangan Socrates, dialog pada tahap kedua berpusat pada Nikias dan Lakhes, seperti halnya dalam karya Platon yang lain, kita akan menemukan pihak yang saling berdebat tentang definisi pokok mereka masing-masing. Nikias misalnya, membatasi keberanian pada mulanya sebagai sikap reflektif, bijaksana, sekaligus Tangguh. Definisi ini mencapai jalan buntunya ketika Sokrates mulai menguji implikasi pemikiran Nikias pengetahuan macam apa yang Nikias maksud?.

Nikias mempertahankan premis awalnya bahwa mereka yang pemberani tentulah berpengetahuan dan bijaksana, namun seorang dokter yang memiliki kemampuan dalam mengobati, atau seorang peramal yang memilki pengetahuan di bidangnya masing-masing akan sangat aneh bila disebut sebagai orang pemberani. Untuk memperjelas kembali definisi yang ia tawarkan kepada Sokrates, Nikias menambahkan bahwa mereka yang tergolong sebagai orang pemberani adalah mereka yang mengetahui apa yang mesti ditakuti dan tidak dipercayai, beginilah Sokrates menguji definisi Nikias yang terakhir:

“Sangat jelas, Nikias, bahwa sekurang-kurangnya kamu bukanlah orang yang akan percaya bahwa yang Namanya Babi Hutan Krommyon bisa disebut pemberani. Aku mengatakan ini bukan sekedar untuk bercanda, melainkan karena aku yakin bahwa siapa pun yang mengikuti pernyataanmu tadi, secara niscaya akan menolak bahwa keberanian bisa dimiliki Binatang buas, atau jika sebaliknya [jika binatang bisa dikatakan pemberani], artinya ia mengakui bahwa binatang seperti singa, leopard, atau bahkan babi hutan sungguh-sungguh berpengetahuan/bijaksana karena binatang hanya bisa mengetahui apa yang bisa diketahui oleh sedikit manusia akibat begitu sulitnya untuk meraihnya. Dan siapapun yang menyatakan keberanian seperti kamu, otomatis harus menerima bahwa singa dan kijang, banteng dan kera, secara kodratiah memiliki bagian yang sama dalam hal keberanian.”

Nikias pun memperluas definisinya dengan menyatakan bahwa mereka yang memiliki pengetahuan akan masa lampau, masa kini, dan masa depanlah yang patut disebut pemberani. Akan tetapi definisi ini bagi Sokrates barulah mencakup sepertiga dari definisi sikap pemberani. Definisi macam itu tentu akan jatuh pada semacam kesesatan logis, sebab jika definisi keberanian merupakan seseorang yang mengetahui kebaikan di masa depan, masa lampau, dan masa kini, maka pengertian tersebut mencakup keseluruhan arti keutamaan, sedangkan keberanian adalah kasus khusus dari keutamaan.

Namun kita akan menemukan definisi pembanding dari Lakhes. Bagi Lakhes keberanian adalah sebuah aksi yang bersifat ragawi alih-alih bersifat intelektual. Lakhes awalnya mengatakan bahwa definisi keberanian adalah sebuah seseorang yang siap untuk menghadapi musuh dengan pendirian teguh, namun definisi macam itu diuji oleh Socrates [dengan sebuah komitmen historis) bahwa pasukan Lakedaimona yang menerapkan seni perang Hoplit bertempur justru dengan cara melarikan diri dan memecah belah diri. Lakhes memperluas definisi keberanian dengan mendefinisikannya sebagai sifat yang penuh keteguhan dan ketangkasan. Definisi semacam ini juga sangat rapuh, bagaimana mungkin seseorang yang dengan teguh untuk mencemplungkan dirinya ke dalam sumur disebut sebagai pemberani? Socrates membantah jika itu disebut pemberani, alih-alih sebuah keberanian, bisa jadi sebaliknya yaitu sebuah kecerobohan, sikap nekat yang tak memiliki keutamaan apapun.

Demikianlah dialog antara Lakhes dan Nikias tersusun secara logis. Namun tak satupun dari mereka sepakat tentang definisi masing-masing, dan tak satupun pada akhirnya definisi tentang keberanian sebagai bagian dari keutamaan dapat dirumuskan.

Keberanian Sebuah Awal Sekaligus Akhir
Dialog yang termuat dalam karya Lakhes ini menarik. Teks tersebut mungkin tak pernah bermaksud untuk sampai pada tujuan yang mutlak tentang keberanian. Dalam Lakhes, definisi tentang keberanian pada akhirnya bersimpang siur antara keberanian yang didasarkan atas putusan dan aksi-aksi ragawi, atau mesti didasarkan dahulu pada pengetahuan yang reflektif dan diskursif. Apa yang kemudian muncul adalah tak satupun dari keduanya dapat mewakili definisi keberanian tanpa terlebih dahulu dilihat sebagai dua hal yang mesti ada bersama-sama, baik definisi Lakhes maupun Nikias [keberanian sebagai keutamaan]. Maka keberanian pada akhirnya bukanlah semata-mata sebagai putusan reflektif seseorang untuk melakukan kontemplasi atau penelitian, bukan pula hanya ketangkasan buta dari otot lengan yang perkasa. Keberanian berkaitan pada hal-hal yang kemudian selalu membentuk ‘proses kebaruan’ ia senantiasa melepaskan kreativitas dan menggempur yang lama dalam proses yang sakit mati.

Jika keberanian hanyalah soal otot (fortitude) maka preman pasar loak pun dapat kita asumsikan sebagai seorang yang pemberani, walaupun jika polisi datang ia bersedia menyerahkan tangannya untuk di borgol. Maka keberanian adalah sesuatu yang lain sama sekali, inilah poin menarik yang bis akita pelajari dari dialog Lakhes. Jika keberanian adalah bagian dari keutamaan, maka seluruh Tindakan keberanian mesti menghasilkan keutamaan, mesti berpartisipasi pada keutamaan, dan kita tahu definisi keutamaan tak pernah tuntas dalam filsafat Platon. Maka keutamaan alih-alih sebagai sebuah definisi yang ajeg dan tetap, ia adalah sebuah pengalaman manusia akan batas atas apa yang ada dan apa yang akan ada, upaya menghancurkan batas antara hidup dan mati. Maka ia tak mungkin dapat didefinisikan secara ajeg. Karena ia menyangkut akan sesuatu yang hidup, maka keberanian mesti berpartisipasi dalam pengalaman paling sublim dalam kehidupan manusia.

Keberanian seorang pejuang hak-hak perempuan di Inggris abad ke 19 yang mesti dibayar dengan ongkos nyawa misalnya. Maka apa yang dihasilkan dari keberanian semacam itu? Ia tak mampu dibaca oleh mata zamannya, sebab ia melalui dan melampaui mata zamannya. Maka keberanian identik dengan sebuah putusan etis dengan beban ontologi yang harus ditanggung.

Keberanian untuk menentang paham-paham lama, meski keseluruhan tindakannya dengan jelas akan merugikan dirinya secara utuh, akan merongrong keseluruhan personalitasnya, toh tetap ia lakukan. Maka keberanian semacam itu jelas berpartisipasi pada ide-ide keutamaan, sebab ia tak lagi bersangkutan dengan perasaan subyektif yang personal, melainkan telah berpartisipasi pada yang impersonal. Dalam hal ini, keberanian seseorang untuk memutuskan sebuah tindakan untuk melakukan pembaharuan meski itu berisiko. Maka keberanian merupakan pengalaman atas pelampauan batasan diri yang personal. Dalam hal yang terakhir, ia bukanlah kasus dari permenungan sepi di meja-meja perpustakaan, bukan pula misalnya sebuah gesekan mesin di tempat gym, ia sendiri, asing, penuh dengan kesunyian. Diri yang ada diantara kehidupan dan kematian. Sebuah kegilaan yang kreatif.(den)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Balasan Terbaik ASTAGUNA Membungkam Gerindra “Menangkan Pilkada”

Gerak alam pun menunjukkan pembelaannya. Di tengah keputusasaan setelah diabaikan Gerindra, tiba-tiba…

BRI Peduli – Serahkan Satu Unit Dump Truk ke Pemkot Denpasar

Yoggi Pramudianto Sukendro mengatakan, bantuan dump truck ini sendiri merupakan wujud dan…

BRI Peduli–Serahkan Bantuan Satu Unit Dump Truck ke Pemkot Denpasar  

Bank BRI Kanwil Denpasar melalui program BRI Peduli menyerahkan bantuan satu unit…

Tim Pemenangan Prabowo-Gibran Backup Penuh Paket KATA

“Keluarga besar Pelita Prabu telah menunjukkan dukungan yang luar biasa. Kami harus…

Keberanian dan Kesunyiannya Masing-masing

Jika keberanian hanyalah soal otot (fortitude) maka preman pasar loak pun dapat…