SENTIL DALANG – kelirbali.com
oleh Denara, penulis jalanan. Klungkung dengan wilayah terkecil di Bali dan hanya dengan empat kecamatan memberikan dinamika tersendiri bagi politik nasional. Terkesan senyap, namun sesungguhnya menyimpan bara api yang kadang bisa meledak. Dinamika terakhir yang masih hangat adalah bagaimana penentuan seorang Penjabat Bupati Klungkung digodok begitu alot. Disebutkan banyak pihak yang ikut bermain. Lalu atas dasar alasan apa?
Flashback ke Kabupaten Gianyar, nama yang turun untuk seorang Pj bupati jauh-jauh hari sudah terdengar. Dari nama yang muncul, maka dapat ditarik kesimpulan kecil, bahwa seorang Pj memiliki kedekatan dengan atasan dalam hal ini mantan Gubernur Bali. Paling tidak seorang Pj bisa membantu mengamankan sisi politis mantan atasan. Walau sesungguhnya berkali-kali dari Kemendagri dan instansi lain mengharuskan seorang pejabat pemerintah netral dalam Pemilu.
Dalam kasus penentuan Pj Bupati Klungkung, sampai H-3 masih terjadi pergunjingan siapa yang akan menjadi Pj bupati. Sangat misterius. Semua potensi dikeluarkan dan berusaha melobi orang-orang pusat yang dikenal. Tujuannya satu, mengamankan sisi politis atau paling tidak mengamankan dosa-dosa masa lalu. Sedangkan target selanjutnya adalah Pj bupati diharapkan bisa mengamankan langkah dalam Pilkada, agar jagoannya menang.
Seperti apakah gambaran pertarungan adu kuat lobi penentuan Pj bupati Klungkung?
Dari informasi yang beredar, untuk memilih jagoan di Klungkung ada dua faksi yang mencoba berjuang. Faksi yang pertama adalah kubu mantan Bupati Klungkung 2018-2023. Maka nama yang didorong adalah Dewa Nyoman Adi Darmadi yang saat ini menjabat sebagai Kasatpol PP Provinsi Bali. Bahkan di halaman koran Nusa Bali dituliskan Dewa Darmadi kuda hitam. Bahkan pernyataannya di media menyatakan siap untuk membangun Klungkung. Selain disebut sebagai putra Klungkung, Dewa Darmadi disinyalir memiliki kedekatan dengan mantan Gubernur Bali.
Faksi kedua adalah barisan mantan Bupati I Wayan Candra. Walau 10 tahun sudah lewat, warisan atau legacy politiknya masih kuat. Sedangkan nama yang dibawa adalah Ida Bagus Setiawan yang juga disapa Gus Iwan. Bahkan informasi di kelirbali menyebut, Gus Iwan dibekingi pengusaha dan katanya memiliki jaringan di pusat. Bahkan saking pede-nya, nama Gus Iwan sudah dipastikan menjadi Pj dan tinggal di teken Mendagri.
Nama lain yang juga muncul adalah Nyoman Rentin yang menjabat sebagai Kepala BPBD Bali. Nama ini juga disebut-sebut dibawa oleh mantan Gubernur. Sekali pun mantan Gubernur Bali juga membawa nama Dewa Darmadi. Dengan harapan, bila Dewa Darmadi gagal mendapat SK PJ, maka alternatif lainnya adalah Nyoman Rentin. Saking pede-nya pula, bahwa SK kepada Dewa Darmadi sudah dibuatkan draf dan tinggal isi nama dan diteken Kemendagri.
Kenyataan berbicara lain. Situasi penentuan Pj Bupati Klungkung menimbulkan kericuhan di Kemendagri. Bahkan diduga pula, ada pihak lain membawa nama dari kalangan Kemendagri, yang tujuannya paling tidak sebagai alternatif pilihan untuk mengerem langkan faksi kedua mantan Bupati Klungkung.
Tentu kenyataan berbicara lain. Kisruhnya penentuan Pj tercium pihak istana. Bahwa cawe-cawe penentuan Pj menjadi runyam. Patut diduga pula bahwa ada sejumlah dana yang disiapkan untuk menggolkan salah satu jagoan. Kemendagri sebagai dapurnya pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian. Dalam sejarah, baru kali ini salah satu inspektur dari lembaga PPATK ditunjuk sebagai Pj bupati. Maka semua usaha yang dilakukan cawe-cawe ini gagal dan menjadi rahasi umum, kalau sampai salah satu mantan pejabat nongkrongin Kemendagri, guna mendapat informasi terkini soal nama Pj.
Di luar dugaan, longsornya etika birokrasi di tingkat Sekda Bali yang menyebut banyak pihak yang bermain, berkepentingan dalam penentuan seorang Pj. Tentu dengan ungkapan tersebut, membuktikan bahwa cawe-cawe tersebut benar adanya dan mungkin juga seorang Sekda bali memiliki kepentingan dan ingin menggolkan salah satu nama untuk dijadikan Pj.
Buruknya etika birokrasi ini juga memantik perhatian, bahwa Pj bupati sebelumnya adalah hasil cawe-cawe, seperti halnya penentuan Pj Bupati Buleleng dan Pj Bupati Gianyar.
Seperti itukah sebuah daerah mesti dipimpin? Bahwa aroma politik dengan menggunakan segala cara, untuk mencapai tujuan di Pilkada dan Pilgub ke depan. Tampak benar, bahwa jajaran birokrasi pula dijadikan alat untuk memelihara kekuatan politik. Yang bahkan juga, sebuah lembaga besar Kemendagri terkena imbas dari cawe-cawe penentuan Pj. Bukankah ada dua ratusan lulusan IPDN yang mengerti tata kelola pemerintahan setingkat eselon 2 di Kemendagri yang bisa ditunjuk sebagai PJ.
Masih ada beberapa bupati yang akan mengakhiri masa tugas, masihkah cawe-cawe rebutan Pj demi ambisi politik?
(foto; pelantikan Pj Bupati Gianyar)