Hari-hari Fase ‘Lame Duck’ Sang Pemimpin

Facebook
Twitter
WhatsApp
POLITIK – kelirbali.com 
oleh Gita – penikmat politik. Jelang meninggalkan kursi nomor satu yang telah diduduki hampir 9 tahun, kini satu per satu orang-orang dekat Nyoman Suwirta, Bupati Klungkung, Bali, mengambil langkah mundur. Mereka jarang terlihat dalam acara-acara resmi. Diundang sekalipun, memilih tidak hadir. Dulu, bak parasit. Sekarang mereka malah paranoid. Inilah fase lame duck atau bebek lumpuh, suatu kondisi dimana pemimpin tak lagi punya pengaruh kuat diujung karier politiknya. 
 
Banyak tokoh-tokoh politik di dunia ini pernah mengalaminya. Tokoh dunia macam George W Bush, Obama, hingga tokoh terdekat negeri ini macam SBY, pernah mengalaminya. Itulah sebabnya mereka yang menyadarinya, segera menurunkan tensi ngegas bekerja pelan, dan mempersiapkan langkah untuk masa persiapan pensiun (MPP). Langkah yang diambil, mempersiapkan itu; untuk menghindari Post Power Syndrome, suatu gangguan kejiwaan yang terjadi pada orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan. 
 
Hari-hari Suwirta dalam fase lame duck ini, terlihat mengalami itu. Pada ujung akhir kekuasaannya, bukannya mengurangi aktivitas, ambisi kekuasaannya justru berlipat-lipat. Bikin mutasi, kocok ulang pejabat, memilih Sekda, pembahasan APBD dipercepat, acara-acara yang mengundang masa diperbanyak layaknya orang kampanye, peresmian proyek dipercepat, semua dikebut. Dia berusaha melawan arus di dalam fase lame duck ini. 
 
Efek melawan arus fase ini disebut tanda sedang mengalami Pos Power Syndrom kian nampak. Tanda-tandanya sama persis. Dia mudah tersinggung dan sangat sensitif dengan orang-orang dekat, menjadi orang yang pemurung dan pamrih, tidak suka dibantah, menarik diri dari pergaulan sosial, gemar menyerang pendapat orang lain, dan tidak mau kalah. Terutama dengan wakil bupatinya-pasangannya, yang dari awal diamputasi semua kewenangan maupun hak-haknya, agar tidak bertunas sedikit pun. 
 
Informasi dari para loyalisnya, tanda yang paling mudah terlihat adalah menjadi pemurung. Dia kini sering merenungi orang-orang yang dulu dia bantu selama hampir 10 tahun menjabat, terutama mereka yang mengincar jabatan, kini tidak pernah memperlihatkan batang hidungnya. Apalagi sekadar menyampaikan ucapan terima kasih maupun selamat purna tugas. Suwirta dalam beberapa kesempatan pun sering menyinggung itu secara tidak langsung. 
 
Padahal dia masih berharap orang-orang yang dia bantu, giliran membantunya untuk bisa lolos menjadi Anggota DPRD Bali dalam Pileg 2024 nanti. Entah dengan gerilya mendulang suara, logistik politik, atau dengan skema bentuk ungkapan terima kasih yang lain. Dalam beberapa kali curhatannya, kadang Suwirta sampai menangis jika mengingat-ingat itu. Meskipun kadang tangisannya itu meragukan, apakah ‘tulus atau bulus’. Sebab Itu memang salah satu keahliannya dalam memantik simpati lawan bicaranya; memelas. Mungkin terlupakan juga, bagaimana bawahan yang pernah dibentak dihadapan umum, menyingkirkan bawahan yang dianggap berseberangan. 
 
Tidak hanya dari kalangan pejabat publik, tokoh masyarakat hingga pejabat selevel perbekel dan kadus pun mulai hilang hormat padanya. Dalam beberapa kali kegiatan pemerintah daerah yang mengundang mereka, tak satupun dari mereka yang hadir, terutama perbekel dan Kadus dari Nusa Penida. Memang menyakitkan, karena Nusa Penida adalah kampungnya sendiri. Perlawanan itu kian semakin gila, tat kala ada satu kadus yang sengaja merokok di depannya. Padahal Suwirta sangat anti rokok hingga menjadi Ketua Aliansi Bupati/Walikota Peduli Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Indonesia.
 
Hari-hari Suwirta difase lame duck ini memang menyedihkan. Bahkan untuk sekadar mengemasi barang-barangnya dari rumah jabatan ke rumah pribadinya, tak terlihat ada yang membantu. Padahal pejabat selevel bupati, seharusnya mampu mengatasi itu hanya dengan tunjuk tangan. Dan bila loyalis masih ada, tanpa diperintah pun, pekerjaan dituntaskan. Entahlah, barangkali juga kenapa harus mengemasi barang sendiri untuk memenuhi hobinya; Pencitraan. Meski itu juga berujung blunder karena dia yang dikenal anti plastik, justru membungkus barang-barangnya dengan tas kresek-plastik. 
 
Pada penghujung karir sebagai bupati, masih ada ambisi menjadi pejabat lagi melalui jalan Nyaleg. Bahkan target yang dipasang tinggi, mendulang 70 ribu suara. Dengan sentimen negatif yang tinggi pada akhir masa jabatan, rasanya 70.000 suara sulit terwujud. Apalagi para pejabat yang timsesnya dulu, yang diharapkan membantunya mendulang suara, satu per satu sudah pergi mencari inang baru. Kalau 10 ribu suara barangkali mungkin, tetapi tak menjamin lolos karena Nyaleg tidak sendirian. Jika jalan Nyaleg ini juga gagal, maka oleh banyak kalangan menyebut dia akan masuk ke dalam gerbong gelandangan politik di Bali.(den)
(foto diambil dari FB  I Nyoman Suwirta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Kode Gurita di Pantai Berawa

pulau ini yang gampang diajak bekerjasama. Pengaruhnya juga seperti gurita, mencengkram para…

Pj Bupati Gianyar, Tagel WirasaTinjau Kesiapan TPS

mewanti-wanti agar para ASN yang ada di lingkungan Pemkab Gianyar bisa bersikap…

Garda Tipikor Laporkan Dugaan Korupsi Sejumlah Kabupaten di Bali

Provinsi Bali sedang darurat Korupsi, pasalnya dari 9 Kabupaten/Kota yang ada, setengahnya…

Menyintas Hidup Lewat Camus

kekacauan hidup adalah sumber dari laku hidup itu sendiri, ia senantiasa produktif…