ESAI – kelirbali.com
Oleh I Gede Sarjana P; jurnalis. Setiap pengendara atau yang berjalan kaki dari Gianyar ke Klungkung atau sebaliknya dari ruas jalan Kecamatan Banjarangkan Klungkung menuju Desa Tulikup, pada sisi Timur sungai akan didapati sebuah bangunan menjulang tinggi. Pada tebing buatan yang dominan dicat putih itu bertuliskan ‘Selamat Datang di Kabupaten Klungkung’ Hanya saja, dari sisi disain arsitektur, nampak belum mewakili roh dari Kabupaten Klungkung dan keselarasan dengan lingkungan sekitar tebing buatan.
Hanya berandai-andai, bila saja konsep disain tersebut dilombakan, di sayembarakan tentu akan terpilih disain yang lebih baik dan tentunya dengan analisa perencanaan yang matang. Seperti diketahui, setiap rancang bangun arsitektur salah satu hal yang ada dibenak perencana adalah gaya yang akan ditampilkan. Lewat gaya (model) yang ditampilkan, sebuah rancang bangun akan sampai ke penikmat. Terkecuali memang owner atau pemberi tugas sudah selesai dengan disain, maka perencana tinggal menyempurnakan dan menghitung berapa anggaran yang akan dihabiskan. Tidak jarang bangun arsitektur yang gagal tampil sebagai ruang yang bisa dinikmati oleh khalayak umum, sangat banyak pula rancang bangun yang berhasil memuaskan penikmat.
Melihat rancang bangun arsitektur, terdapat beberapa gaya seperti Gaya Klasik yang rancang disain seperti bangunan Romawi kuno atau Yunani kuno yang berjaya pada jaman Helenistik. Gaya ini berkembang dan mendapat sentuhan modern dengan ditemukan peralatan modern. Selanjutnya ada Gaya Barok (Baroque) yang mengedepankan kesan dinamis, keindahan dan kemewahan; Istana, rumah besar, gereja atau bangunan lain yang berkembang sekitar abad ke 17 di Italia. Terdapat pula Gaya Renaisance atau gaya titik balik, yang mencoba kembali ke Gaya Klasik Yunani. Bangunan ini mendapat sentuhan kaca dan interior yang mewak, sekaligus penempelan lukisan pada dinding.
Lebih jauh lagi, terdapat Gaya Art Deco. Gaya ini mewakili maskulinitas dengan didominasi garis-garis lurus, tegas dan juga dengan bahan-bahan bangunan yang mewah. Ada pula Gaya Gothic yang mana disain bangunan didominasi garis-garis lengkung, tipis dan tajam. Gaya ini mewakil jaman abad pertengahan sehingga disebut Gaya Romantis seperti halnya bangunan Katedral Chartres, Perancis. Berkembang pula Gaya Brutalisme, yang bangunan didominasi dengan beton (brut). Gaya ini tidak populer lagi sejak tahun 1980, yang dilanjutkan dengan dekontruktivisme. Walau demikian Gaya Brut seperti Perth Concert Hall di Australia mampu menampilkan gayanya dengan elegan. Gaya Kontemporer adalah gaya yang menggali bentuk-bentuk unik, abstrak dan inovatif. Gaya ini memiliki kerumitan sendiri, mengingat sangat sulit memadukan beberapa gaya dalam satu rancang bangun. Ada pula gaya-gaya yang lain termasuk Arsitektur Tradisional Bali, yang memiliki pakemnya sendiri.
Nah, kembali ke soal bangunan tebing buatan Selamat Datang di Kabupaten Klungkung, di Barat Desa Banjarangkan, kemungkinan perancang atau perencana ingin menampilkan Gaya Brutalisme yang dikembangkan oleh Le Corbusier. Hanya saja, rancang bangun tersebut belum selaras dengan lingkungan sekitar. Sekali pun pada dinding diberi tempelan patung, lukisan Kamasan dan tempelan bunga yang dipaksakan, rancang bangun tersebut gagal sebagai karya arsitektur karena dipaksakan. Selain tidak selaras dengan lingkungan sekitar, daya untuk mengundang sekadar duduk atau mampir sebentar, urung. Tidak ada tempat berteduh. Dipastikan kuat secara struktur hanya saja belum sampai pada rasa; memarkir kendaraan dengan nyaman lalu turun ke saluran irigasi yang lebar dan deras, untuk mandi, menyuci atau berendam. Walau mungkin, tidak ada yang menjamin beton bertulang tersebut tidak akan runtuh bila hujan deras mengguyur.
Ide gagasan bangunan tersebut tentu mulia, guna menopang tanah di tebing tersebut agar tidak longsor. Sehingga bula penghujan tiba, pengendara dari dua arah bisa melintas dengan nyaman. Sebagai stop over, atau tempat peristirahatan bagi para pelintas juga belum didukung dengan tempat beristirahat di siang hari saat terik atau saat kehujanan, sekaligus tidak ada areal parkir yang memadai. Persoalan lain yang kemudian muncul adalah tidak tersalurnya air di got, sehingga tumpukan sampah dedaunan menumpuk di got.
Meliahat tugu Selamat Datang yang berdiri sebelumnya, berbentuk segi lima antara milik Gianyar dan Klungkung saling berhadapan rasanya sudah mewakili keindahan. Akhirnya, hanya persoalan disain saja. Sedikit mengutip kata Leonardi Da Vinci yang disambung oleh seniman Holmes, “Sebuah karya setidaknya mengungkapkan kegairahan dan menghidupkan- dan selanjutnya sebuah karya (bangunan) bisa memberi kesan kesatuan, vitalitas dan menenangkan”.(den)