Festival Nusa Penida di Tengah Jeritan Dahaga Air

Facebook
Twitter
WhatsApp

SENTIL – kelirbali.com

Tat kala Panca Pandawa dibuang ke hutan, Duryodana bersaudara mengadakan pesta di sekitar perkemahan Pandawa. Seratus Kaurawa berniat mengolok-olok, memamerkan kesenangan di saat saudara misannya hidup di hutan penuh derita. Hanya saja kenyataan berkata lain, para raksasa lian di hutan pun ikut berpesta, sehingga pesta Kaurawa bubar. Bisa jadi cerita di atas berhimpitan, bila dihubung-hubungkan dengan Festival Nusa Penida VI yang digelar mulai 5 Oktober 2023 ini. Festival yang meriah dengan suguhan tarian kolosal di lapangan pusat ibukota kecamatan. Sedangkan tidak jauh dari pusat kegiatan, ribuan rumah-rumah warga penghuninya menjerit tidak berdaya atas krisis air pada kemarau panjang 2023. Di antara cubang-cubang mengering mereka dahaga, mungkin tanpa mandi dua hari. Pada mimbar atas nama klaim keberhasilan masih terdengar buaian.

Festival Nusa Penida VI Tahun 2023 digelar. Pada festival pertama dan kedua dan ketiga, berhasil digelar dengan meriah dan mendapat sambutan meriah dari warga Nusa Penida dan insan pariwisata. Mimpi utamanya adalah menjadikan Nusa Penida sebagai daerah tujuan wisata Indonesia bahkan dunia. Pun dalam perjalanan sebelumnya, CSR dari insan pariwisata dan Bank Swasta mengalir deras, sehingga panitia pelaksana sampai-sampai lupa membuatkan laporan pertanggungjawaban: untuk apa saja bantuan tersebut?

Kemeriahan pelaksanaan sebelum-sebelumnya ingin diulang di tahun ini. Selain 500 penari, perhelatan tersebut dihadiri sedikitnya 2.000 masyarakat Nusa Penida tumpah ruah di Lapangan ibukota kecamatan, tempat kegiatan dilangsungkan. Aneka kegiatan dari sarasehan, pameran dan lomba juga digelar. Yang tak kalah pentingnya, penyanyi luar dihadirkan memeriahkan perhelatan tahunan tersebut. Pokoknya meriah dan lupakan sejenak penderitaan warga di perbukitan atas yang mengirit air buat periuk nasinya bisa mengubah beras menjadi nasi. Tungku api mereka menyala, sebab dengan mudah mereka mendapat kayu api kering. Cubang mereka kering, tanpa harapan. Harapan pada pemerintah ditanggalkan dulu, satu-satunya yang bisa dipercaya adalah Tuhan yang jauh di sana, agar segera menurunkan hujan. Cubang terisi, hidup pun kembali.

Dari pelaksanaan festival pertama sampai saat ini, tentu tersisip janji buat warga. Warga dan insan pariwisata tetap pada harapannya yang sejak pembangunan di galakkan mungkin 20 tahun yang lalu, 50 tahun yang lalu atau sejak kemarin. Persoalan pertama tetap pada poin utama, distribusi air yang merata ke seluruh warga. Yang selanjutnya sumber daya listrik yang memadai. Poin selanjutnya adalah infrastruktur jalan yang dibenahi, yang bahkan sebelumnya pernah dijanjikan jalan lingkar di Nusa Penida.

Kondisi saat ini, Nusa Penida telah berubah, berubah drastis. Kendaraan warga dan kendaraan pariwisata lalu lalang. Namun semua itu tanpa diimbangi dengan daya dukung infrastruktur yang memadai. Berubah dengan pesatnya pembangunan, oleh masyarakat yang mencoba mengadu untung dengan usaha pariwisata. Yang bangkit banyak yang ambruk juga tidak sedikit. Di ibukota kecamatan misalnya, wilayah tersebut kini sudah tiada hari tanpa kemacetan. Kendaraan baik roda empat dan roda dua terus bertambah namun tanpa diimbangi perkembangan ruas panjang dan lebar infrastruktur jalan. Lalu, lewat media juga terdengar wisatawan jatuh terpeleset, jatuh di jurang, di sapu gelombang yang nyaris tanpa safety. Motor tanpa plat juga marak. Wisatawan mengeluh macet, warga juga sama. Hanya demi pariwisata mereka diam. Tidak kalah penting, harga-harga komoditi, bahan bangunan, sembako, BBM dan kebutuhan vital lain; Yang mereka bayarkan atas nama pembangunan, mereka membeli lebih mahal dari saudaranya di daratan Bali. Namun mereka tetap membayar pajak yang sama. Cukup adilkah kondisi ini?

Lalu, kabar dari seberang terdengar sampai ke Bali daratan. Panitia pelaksana belum mendapat uang bensin untuk operasional kendaraan, agar tempat penyelenggaraan sejuk basah tidak berdebu. Panitia pelaksana lain juga mengeluh dalam hati, bekerja dengan keterpaksaan di tengah panas terik. Sementara istri dan anaknya merengek belum mandi karena air di cubang habis. Untuk inikah festival ini? Jauh sebelumnya juga Sekda Provinsi Bali mengimbau agar seluruh OPD mengirit anggaran. Paling tidak, belanja pegawai, ATK, gaji pegawai, tunjangan pegawai terbayar. APBD Provinsi Bali sebelumnya defisit, APBD Pemkab Klungkung juga sempat minum Rp 183 miliar. Lalu, festival dengan anggaran yang mencapai setidaknya menyentuh Rp 1 miliar dilaksanakan atas nama kebanggaan. Sehabis festival mereka akan tetap dahaga air dan hujatan yang pertama datang ke pemerintah. Membiarkan semua itu terjadi bukankan sebiah dosa? (denara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kabar Terkini

Balasan Terbaik ASTAGUNA Membungkam Gerindra “Menangkan Pilkada”

Gerak alam pun menunjukkan pembelaannya. Di tengah keputusasaan setelah diabaikan Gerindra, tiba-tiba…

BRI Peduli – Serahkan Satu Unit Dump Truk ke Pemkot Denpasar

Yoggi Pramudianto Sukendro mengatakan, bantuan dump truck ini sendiri merupakan wujud dan…

BRI Peduli–Serahkan Bantuan Satu Unit Dump Truck ke Pemkot Denpasar  

Bank BRI Kanwil Denpasar melalui program BRI Peduli menyerahkan bantuan satu unit…

Tim Pemenangan Prabowo-Gibran Backup Penuh Paket KATA

“Keluarga besar Pelita Prabu telah menunjukkan dukungan yang luar biasa. Kami harus…

Keberanian dan Kesunyiannya Masing-masing

Jika keberanian hanyalah soal otot (fortitude) maka preman pasar loak pun dapat…