kelirbali.com Bagi masyarakat Hindu di Bali (daratan), mendengar kata Pura Penataran Ped; terbayang sebuah pulau yang bernama Nusa Penida. Ragam wacana tentang pulau di selatan Bali ini. Jauh sebelumnya, pulau Nusa Penida adalah wilayah kering, di musim kemarau tandus dan kesulitan air. Perubahan terjadi, infrastruktur Jalan-Listrik-Air (JALI) mulai dibenahi. Maka selain Matirta Yatra ke Nusa Penida, sekalian berwisata yang mana kepulauan ini memiliki pantai-pantai yang indah.
Semakin baiknya infrastruktur di Nusa Penida, maka bagi warga Bali daratan Matirta Yatra ke beberapa tempat suci di Nusa Penida adalah keindahan tersendiri. Selain Matirta Yatra ke Pura Penataran Ped, juga akan menghaturkan bakti k eke tempat suci lain seperti; Pura Batu Medau, Pura Gua Giri Putri, Pura Puncak Saluang dan pura lainnya. Pura Penataran Ped, terletak di Desa Pakraman Ped, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung. Pura yang terletak di pinggir pantai ini setiap hari tak pernah sepi dari umat. Piodalan di pura ini bertepatan dengan rahina Buda Cemeng Klawu, Sedangkan persiapan menyambut pujawali itu sudah dilakukan sebulan sebelumnya. Krama pangempon pura ini dari 24 desa pakraman pengempon dari sebagian besar desa di Nusa Penida.
Diterangkan Wakil Prajuru pura, Ketut Narsa, mengatakan persiapan piodalan dilaksanakan sebulan sebelum pujawali. Empat hari sebelum pujawali, panitia pura melaksanakan odalan gong di mana gong yang akan digunakan dalam pujawali nanti diupacarai terlebih dahulu. Sehari sebelum puncak pujawali, dilaksanakan upacara nedunang Ida Bhatara. Setelah Ida Bhatara tedun, dilanjutkan dengan prosesi Malasti ke segara yang selanjutnya, Ida Bhatara Pura Penataran Ped katur pujawali sekitar pukul 13.00 Wita. Piodalan nyejer selama lima hari dan selama nyejer, Ida Bhatara katur bakti penganyar. Piodalan berakhir pada Hari Senin berikutnya dengan upakara Masineb.
Sejarah keberadaan Pura Penataran Ped, tertuang lengkap dalam Purana Pura Penataran Ped, yang dirangkum Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Dalam terjemahan Purana tersebut, dijelaskan keberadaannya berawal dari pertapaan I Gede Mecaling, Beliau bertapa di Ped, memuja Ida Batara Siwa agar dapat menunggalkan bayu, sabdha, idep. Atas pemujaan tersebut, I Gede Mecaling dianugrahi Batara Siwa berupa ajaran (ajian Kandhasanga). Setelah menerima anugrah itu, tiba-tiba rupa I Gede Mecaling berubah. Badannya bertambah besar dan tinggi, kulitnya hitam, raut wajahnya menyeramkan, keluar taring tajam dan panjang, hingga suaranya yang menggetarkan seluruh dunia.
Mengetahui hal itu, Batara Siwa diceritakan langsung mengutus Batara Indra, untuk memperdaya I Gede Mecaling dan segera memotong taring I Gede Mecaling. Sehingga dunia menjadi kembali tenang. Namun, I Gede Mecaling kembali melakukan tapa brata di Ped memuja Ia Batara Ludra. Karena ketekunannya, beliau dianugrahi Panca Taksu, diantaranya, Taksu Kasakten (kesaktian), Taksu Balian (dukun), Taksu Pangeger (guna-guna), Taksu Panulak Grubug (penolak wabah penyakit), dan Taksu Anggawe Bragala Kamaranan (membuat Buta Kala tersenyum sendiri). Setelah menerima anugrah itu, I Gede Mecaling menjadi penguasa di pulau Nusa, diiringi sejumlah wong samar dan bergelar Papak Poleng. Beliau juga bergelar Ratu Gede Nusa. Itulah sebabnya, daerah Nusa keramat sampai sekarang.
Semasa hidupnya, I Gede Mecaling tak henti-hentinya melaksanakan tapa yoga semadi memuja Batara. Setelah Ia berhasil menyempurnakan tapanya, beliau diceritakan menjelma bagaikan Dewa dan bergelar Batara Ratu Mas. Ditempat pertapaan beliaulah kemudian dibangun Pura Penataran Ped, dan merupakan salah satu Pura Sad Kahyangan di Bali. Pura tersebut sebagai tempat pemuliaan Ida Batara Ratu Mas dan Ratu Gede, sekaligus sebagai tempat pemujaan Ida Batara. Itulah sebabnya sampai sekarang banyak umat pedek tangkil mohon anugrah agar selalu dijauhkan dari mara bahaya. Begitu juga para balian atau dukun dan para penguasa, mohon agar mendapatkan taksu siddhi mandi, yaitu kekuatan gaib yang dapat memberikan kesempurnaan hidup.
Pura Penataraan Ped, terdiri atas tiga mandala. Di utama mandala, terdapat beberapa palinggih, diantaranya, Palinggih Saka Pat, Manjangan Saluwang, Panyimpenan, Padmasana, Gedong, Palinggih Gedong Pejenengan stana Ida Batara Ratu Mas atau Ida Batara Penataran Ped. Kemudian Palinggih Gedong Pasimpangan, Sapta Patala, Panglurahan dan Pangaruman. Kemudian juga terdapat Bale Saka nem, Balai Penyimpenan dan Balai Tiang Sanga.
Kemudian bangunan yang ada di Madhya Mandala, yakni, Balai Gong, Balai Agung dan Balai Kulkul. Sedangkan di Khanistha Mandala terdapat beberapa bangunan seperti Balai Wantilan, Balai Pewaregan dan Balai Prawartaka. Disekitar Pura Penataran Ped, ada beberapa pura yang berkaitan dengan Pura Penataran Ped. Disebelah utara pura, ada bangunan suci yang disebut Pura Segara dan tempat melasti. Disebelah timur, ada Pura Taman. Disana ada sebuah Pajenengan bertiang empat stana Batara Dewi Gangga. Disebelah barat ada Pura Ratu Gede. Sementara di sebelah utara Pura Ratu Gede ada palinggih taru yang merupakan palinggih papak badeng.
Untuk upacara dan upakara yang dipersembahkan kehadapan Ida Batara yang berstana di Pura Penataran Ped, diantaranya upacara Piodalan, Ngusaba Desa, Upacara Tawur Kesanga, Upacara Neduh, Upacara Tabuh Rah (Perang Sata), Caru Sasih (Penakluk Merana), hingga upacara Ngerahinan. Upacara piodalan dilaksanakan setiap enam bulan sekali, yaitu pada Budha Wage Kelawu. Kemudian, upacara ngusaba desa, dilaksanakan setiap tahun sekali yaitu pada Purnama Sasih Kapat. Namun di Pura Penataran Ped dilaksanakan setiap dua tahun sekali, karena upacara tersebut dilaksanakan secara bergantian dengan Pura Batu Medahu. Untuk upacara Tawur Kesanga dilaksanakan setiap setahun sekali, yaitu pada Sasih Tilem Kesanga, dengan rangkaian upacara sesuai dengan petunjuk PHDI Kecamatan Nusa Penida.
Selanjutnya untuk upacara Neduh, dilaksanakan pada Selasa Kliwon (anggara kasih), Sasih Kapat. Setiap banjar Pekraman pangempon Pura Penataran Ped, menghadirkan seorang pengayah untuk membersihkan, air taman di Pura Penataran Ped. Setelah itu baru dilaksanakan upacara maparayascita serta upacara Neduh, mengadakan aci berupa Perang Sata atau Tabuh Rah. Upacara ini dipersembahkan sesuai palelutuk. Selanjutnya, Caru Sasih (Penakluk Merana), dilaksanakan oleh masyarakat pangempon, sesuai dengan keyakinan banjar pakraman, yang mana harinya dipilih oleh orang yang bersangkutan, antara lain Hari Kajeng Kliwon, Tilem, Purnama, pada mulai Sasih ke enam, Kapitu dan Kaulu. Sementara upacara Ngerahinan, dilaksanakan setiap hari Rabu Wage, Purnama, Tilem, serta beberapa hari yang dipandang perlu sesuai dengan hasil perarem.tan