DENPASAR, kelirbali.com
Produk ramah lingkungan terutama jenis ecoprint semakin diminati masyarakat. Tidak hanya masyarakat lokal dan domestik tapi juga masyarakat global. Hal itu dirasakan Owner Griya Anyar Dewata I Nyoman Yenni Susanti. Saat ditemui pada Pesta Rakyat Simpedes, Sabtu (23/9) di Renon, Yenni menuturkan, produk ecoprint itulah yang membuatnya mampu meningkatkan penjualan dan naik kelas dari usaha mikro menjadi usaha menengah.
Usaha kriya yang mulai 2019 dimulai setelah ia mencoba membuat pangan olahan dari dari bahan – bahan yang ada di mangrove. Sejak 2016, ia melihat tayangan youtube dan memperhatikan tren yang berkembang di masyarakat, banyak yang menggunakan produk – produk ecoprint. Menurutnya hal itu terjadi karena masyarakat mulai sadar dan aware terhadap kelestarian lingkungan sehingga memilih produk ramah lingkungan.
“Dulu sebenarnya hobi mengolah bahan – bahan yang ada di mangrove, membuat olahan pangan dari bahan – bahan di mangrove menjadi kripik dan camilan. Sementara kita melihat dan tahu akhirnya bahwa limbahnya dapat dijadikan pewarna. Kemudian kita bikin kain yang kita buat dalam bentuk gift lalu diberikan ke teman – teman. Ternyata banyak yang suka dan pesan, akhirnya 2019 kita mulai niatkan untuk bisnis,” tuturnya.
Pengalamannya menjadi penyuluh lingkungan juga memantapkan kecintaannya untuk menjaga alam. Kolaborasi itulah yang memantik ide untuk membuat produk kerajinan dengan teknik ecoprint. Tinggal di dekat mangrove tepatnya di Taman Griya, Jimbaran menjadi motivasinya untuk tetap menjaga alam.
Akhirnya, Yenni mulai menjalankan usaha kriyanya yaitu ecoprint dengan bahan dasar kulit dan kain. Teknik diaplikasikan menjadi bentuk sandal, tas, topi dompet, sepatu, kipas. Pewarnaan dari alam yang digunakan diambil dari kulit kayu pohon mangrove yang tidak terpakai dan buah mangrove (lindur) yang jatuh digunakan untuk pewarna, serta daun – daunnya juga digunakan untuk motif.
Dengan perkembangan tren saat ini dikatakan ecoprint sedang booming. Masyarakat mulai paham bahwa ecoprint menggunakan pewarna alam. “Jadi mereka untuk menghindari polutan yang sintetik, mereka sudah beralih ke alami. Jadi lumayan juga penggemar ecoprint sekarang,” ujarnya.
Usaha yang dimulai saat pandemi itu pun pemasarannya menggunakan online. Antusias pembeli online membuatnya bertahan dan mengembangkan usahanya. Hingga kini, pasca pandemi, penjualan offline tak kalah besar, bahkan mendominasi penjualannya.
Menurutnya dengan penjualan offline, pembeli dapat melihat secara langsung dan memegang produknya langsung. “Dengan cara itu, pembeli yang awalnya tidak ingin membeli, namun hanya dengan memegang, dapat membuat orang tertarik membeli,” ujarnya.
Dengan system konsinyasi, tanpa memiliki toko, ia dapat memasarkan produknya. Bahkan konsinyasi yang dilakukan dengan toko – toko ternama seperti SOGO dan Matahari, Bali Collection, dan toko oleh – oleh. Dalam sebulan rata – rata ia bisa menjual 150 pcs dari berbagai jenis produk.
Perkembangan jaman membuat Yenni menyesuaikan diri baik dari sisi produk yang diminati, pelayanan dan cara – cara bertransaksi. Tak ketinggalan, selain pemasaran lewat aplikasi Tiktok dan Marketplace, Yenni juga menyediakan pembayaran menggunakan QRIS BRI, karena saat ini pembelinya lebih banyak menggunakan QRIS.
Lewat aplikasi BRImo, ia juga dapat memantau transaksi secara realtime, sehingga kekhawatiran dana tidak masuk ketika pembeli membayar dapat dicegah. “Apalagi sekarang di BRImo ada fitur merchant jadi kita bisa melihat dana sudah masuk atau belum, lebih real time dan langsung ada pemberitahun, karena takut juga jika dananya tidak masuk,” tukasnya.
Sebagai nasabah BRI, ia mengaku senang karena mendapat berbagai fasilitas diantaranya, selalu diajak pameran pada berbagai event BRI. “Apalagi BRI eventnya skala besar – besar, jadi sangat membantu dari sisi penjualan maupun branding produk,” imbuhnya. (*)